Mohon tunggu...
FARID ALI YAFI
FARID ALI YAFI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Fotography, Videoghraphy, dan Travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsep Rukhsah dalam Islam

16 Oktober 2022   18:26 Diperbarui: 16 Oktober 2022   18:34 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ulama ushul fikh mengklasifikasikan ketidaktahuan menjadi 4 bagian, diantaranya:

1. Ketidaktahuan tentang hukum yang pelakunya tidak diberi uzur atau Rukhshah. Contohnya murtad setelah masuk Islam.

2. Ketidaktahuan yang pelakunya diberi keringanan, karena ketidak tahuannya tersebut berada dalam hal-hal yang meragukan dari segi dalil hukum. Contohnya tidak tahu dalam masalah-masalah yang pemahamannya memerlukan tafsir dan ta'wil. Ketidak tahuan tentang ta'wil tersebut maka meyebabkan pelakunya menjadi kafir, maka tidak tahu dalam hal ini dapat dikategorikan rukhshah.

3. Ketidaktahuan dalam lapangan ijtihad. Dalam hal ini ada tiga bentuk; pertama, tidak tahu dalam hal hukum yang memiliki dua dalil, kedua, tidak tahu tentang sebab yang menimbulkan larangan, ketiga, tidak tahu tentang hukum yang dalil-dalil hukumnya itu berbeda.

4. Ketidaktahuannya karena berada di luar lingkungan Islam. (Muhammad Abu Zahrah, t. th: 315, Wahbah al-Zuhaily, 1996: 177-178, Amir Syarifuddin, 2000: 377).

  • Safar (perjalanan)

Bepergian atau melakukan perjalanan sudah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Walaupun tidak masuk kategori primer bisa dikatakan sebagai "semi primer". Dalam keadaan tertentu terkadang perjalanan tersebut mengakibatkan kesulitan untuk melaksanakan kewajiban agama. Pada dasarnya kesulitan dalam perjalanan tidak menghilangkan kecakapan untuk berbuat hukum. Tetapi syariat yang mulia ini memberikan kemudahan (rukhshah) dalam perjalanan.

Di antara kemudahan (rukhshah) dalam perjalanan adalah: bolehnya menqasar shalat yang empat rakaat, boleh berbuka puasa Ramadhan, bolehnya menyapu sepatu lebih dari malam, bolehnya meninggalkan shalat jumat dan mengganti dengan salat zuhur, bolehnya menjama' sholat, bolehnya memakan bangkai dan sesuatu yang diharamkan, serta gugurnya kewajiban salat yang telah dilakukan walaupun bersuci dengan tayamum. (Abdul haq, 2006: 192, Amir Syarifuddin, 2000: 384).

  • Maradl (sakit)

Sakit adalah sesuatu yang manusiawi yang dirasakan hampir bahkan seluruh manusia. Tetapi yang menjadi persoalan apakah sakit menggugurkan beban hukum atau tidak. Berbicara tentang sakit disini adalah terkait dengan penyakit yang menyulitkan seseorang untuk melaksanakan kewajibannya, karena ternyata keadaan sakit tidak menghilangkan kecakapan dalam berbuat hukum. Karena cakap terkait dengan akal. Sementara orang yang sakit akalnya masih tetap utuh.

Syariat yang mulia memberikan keringanan kepada orang-orang yang sakit dalam menjalankan kewajibannya. Tetapi tidak semua jenis penyakit mendapat keringanan dalam hukum. Karena itu fuqaha memberikan batasan bahwa sakit yang mendapat keringanan adalah sakit yang membahayakan dirinya jika ia melakukan kewajiban syariat sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku. Contohya orang yang sakit boleh berbuka puasa Ramadhan, boleh mengganti wudhu' dengan tayammum, boleh duduk dalam shalat atau berbaring, dan juga berobat dengan sesuatu yang najis.

  • Al-'Usr (kesulitan)

Kehidupan manusia tidak akan lepas dari keadaan yang mengharuskannya melakukan pilihan-pilihan yang serba sulit dan dilematis. Hal ini pasti akan terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari. Hukum Islam bukanlah hukum yang ekstrim, hukum Islam memiliki elastisitas hukum yang disesuaikan dengan konteks permasalahan yang terjadi.

Contohnya ketika turun hujan, biasanya percikan air akan bercampur dengan najis dan hal ini sangat sulit untuk dihindarkan. Namun karena percikan ini timbul dari keadaan yang sulit untuk dihindari maka hukumnya dimaafkan. Demikian juga dengan hal lain seperti darah bisul, lalat, jerawat adalah hal yang sangat sulit untuk dihindari karena kadarnya sedikit sehingga kondisi ini masuk kategori yang dimaafkan. (Abdul haq, 2006: 191)

  • Naqish (nilai minus)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun