Mohon tunggu...
FARID ALI YAFI
FARID ALI YAFI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Fotography, Videoghraphy, dan Travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsep Rukhsah dalam Islam

16 Oktober 2022   18:26 Diperbarui: 16 Oktober 2022   18:34 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by: Blog Evermos

Setelah dilakukan takhrij (penelusuran) terhadap hadits tersebut, dapat disimpulkan hadits tersebut ditemukan dalam 5 kitab hadits, yaitu: Sunan Ibn Majah nomor hadits 2922, Musnad Ahmad nomor hadits 1817, 1911, 2395, 2452, 2949, 4222, 4224, 5638, 13941, 14716, Sunan Darimi nomor hadits 1731, Sunan Nasa'I nomor hadits 2624, 2631, 2632, dan 5230, dan dalam kitab Shahih Muslim dengan nomor hadits 2014 dan 2016.

Setelah melakukan penelusuran terhadap masing-masing perawi, semuanya memiliki ketersambungan. Hal ini dikarenakan masing-masing perawi memiliki hubungan guru dan murid. Disamping itu, perawi-perawi hadits diatas juga dinilai sebagai perawi yang tsiqah. Dengan demikian hadits tersebut adalah shahih karena telah memenuhi kriteria kaedah keshahihan hadits.

C. Kritik Matan Hadits


Dalam hadits tersebut dinukilkan bahwasanya ketika Rasulullah sedang berkhotbah di arafah beliau bersabda bahwa bagi orang yang tidak memiliki sandal, maka orang tersebut mendapatkan rukhsah atau keringanan dengan diperbolehkannya memakai khuf (kaos kaki kulit). Dan bagi orang yang tidak memiliki kain sarung yang tidak berjahit maka diperbolehkan mengenakan celana untuk ihram. Para ulama menyepati namun terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah orang yang mengenakan celana dan khuf jika tidak memiliki sandal dan sarun maka dikenakan fidyah atau tidak.

Hadits tersebut menjadi suatu dalil dasar hukum bagi keringanan (rukhsah) terhadap sesuatu ketentuan-ketentuan Islam. matan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam memberikan kemurahan atau keringan terhadap ketenteuan yang diluar batas kemampuan atau dalam kondisi yang memang tidak memungkinkan. Dalam matan hadits tersebut menjelaskan bahwa rasul menyamapaikan beberapa konsep tentang Ihram Haji bahwasanya jika pelaku ibadah terebut tidak memiliki sandal maka cukup baginya untuk mengenakan khauf dan apabila juga pelaku ibadah tersebut tidak meiliki kain sarung yang tidak berjahit maka diperbolehkan mengenakan celana namun membayar fidyah sebagai penggantinya menurut madzhab Imam Hambali.

Islam begitu menjaga ketat terhadap segala ketentuan-ketentuannya, apabila ketentuan tersebut dilaur batas kemampuannya atau sedang tidak memungkinkan untuk dilakukan maka diberikannya rukhsah atau keringanan kepadanya yang nantinya disesuaikan dengan konteks ketentuan ibadahnya. Bila dilihat dari sisi hukum ulama Syafi'iyah dan Hanafiyah membagi rukhsah kepada beberapa bagian, Imam Syafi'I mengklasifikasikan rukhsah menjadi 4 bagian:

  • Rukhsah Wajib

Memakan bangkai dalam keadaan darurat atau meminum khamar bagi orang yang tenggorokannya tersekat sehingga tidak bisa bernafas. Maka jika berada dalam kondisi ini hukumnya wajib untuk mengambil Rukhshah untuk memelihara jiwa. (Wahbah alZuhaily: 1996, Abdul Karim bin Ali bin Muhammad alNamlah: 2001, Abdul Haq, 2006) Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat alBaqarah: 195: "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan" (QS. Al-Baqarah:195).

  • Rukhsah Mandub

Rukhshah mandub. Contohnya salat qasar bagi musafir yang telah melakukan perjalanan selama tiga hari. Adapun qasar dalam kondisi ini adalah sunnat atau lebih afdhal melakukannya. Berdasarkan firman Allah surat al-nisa,: 101 dan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Khattab bahwa shalat qasar adalah sedekah yang diberikan oleh Allah maka terimalah sedekah Allah tersebut. Demikian juga hukum melihat wajah dan kedua telapak tangan calon istri saat meminangnya. (Wahbah alZuhaily: 1996: 111, Abdul Karim bin Ali bin Muhammad alNamlah: 2001, 99, Abdul Haq, 2006, 182).

  • Rukhsah Mubah

Rukhshah Mubah. Contohnya seperti akad salam, akad ijarah, akad masaqah. Akad ini dikategorikan rukhshah yang mubah karena memandang hukum asalnya yang tidak diperbolehkan karena dianggap membeli barang yang ma'dum, dan mengambil manfaat yang ma'dum (Wahbah al-Zuhaily: 1996: 111, Abdul Karim bin Ali bin Muhammad alNamlah: 2001, 109-119, Abdul Haq,dkk, 2006, 182).

  • Rukhsah Khilaful Awla (lebih utama ditinggalkan)

Contohnya berbuka bagi musafir yang tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan puasa, menyapu sepatu, melafazkan kafir dalam kondisi terpaksa. (Wahbah alZuhaily: 1996: 111, Abdul Karim bin Ali bin Muhammad al- Namlah: 2001, 120-125, Abdul Haq, 2006, 182)

  • Berbeda dengan Ulama Syafi'iyah, Ulama Hanafiyah memiliki 4 klasifikasi yang berbeda, diantaranya:
  • Kebolehan melakukan perbuatan yang diharamkan karena kondisi darurah atau hajah. Contohnya: kebolehan mengucapkan kata-kata kufur tetapi hati tetap dalam keimanan jika berada kondisi terpaksa seperti akan dibunuh. atau kebolehan memakan bangkai dalam kondisi sangat lapar serta kebolehan meminum khamar dalam kondisi sangat haus.
  • Kebolehan meninggalkan yang wajib apabila pelaksanaannya amat berat karena adanya kesulitan. Contohnya boleh berbuka puasa Ramadhan bagi orang yang sakit dan musafir. Kondisi sakit dan safar tidak mewajibkan berbuka. Demikian juga dengan mengqasar salat yang empat rakaat ketika dalam perjalanan dan menyapu sepatu ketika berwudhu'.
  • Kebolehan melakukan akad atau melakukan sesuatu yang dibutuhkan manusia dengan menyalahi kaidah-kaidah yang bersifat umum. Seperti akad salam dan ijarah.
  • Kebolehan meninggalkan syariat umat sebelum kita karena jika tidak ditinggalkan akan menimbulkan kesulitan. Contohnya membayar zakat 25% dari harta, bunuh diri sebagi cara untuk taubat, memotong pakaian yang terkena najis sebagai cara untuk membersihkannya. Bila diperhatikan keringan hukum dalam hal ini dibandingkan yang berlaku sebelum ini lebih tepat disebut nasakh, meskipun demikian dalam pengertian luas dapat juga disebut Rukhshah. Wahbah alZuhaily, 1996: 112-114, Abdul Aziz Dahlan (Ed), 1993:157-158, Amir Syarifuddin, 2000: 324-326, Mukhtar Yahya, dkk, 1997: 151- 152)

Bila dilihat secara sisi bentuk-bentuk keringanan, maka rukhsah terbagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya:

  • Rukhshah yang berbentuk menggugurkan kewajiban (Takhfif isqath): Contohya boleh meninggalkan shalat jumat, haji, umrah dan jihad. Semua perbuatan itu tidak dapat dilakukan jika terdapat uzur dengan ketentuanketentuan tertentu.
  • Rukhshah yang berupa pengurangan kuantitas pekerjaan (Takhfif tanqish): Contohnya seperti kebolehan mengqasar shalat bagi musafir.
  • Rukhshah yang berbentuk penggantian kewajiban (Takhfif ibdal): Contohnya mandi dan wudhu diganti dengan tayamum. Kewajiban berdiri dalam shalat dapat di ganti dengan duduk, berbaring dan dengan isyarat. Begitu juga kewajiban memerdekan budak dalam kaffarat dapat diganti dengan puasa dua bulan berturutturut dan memberi makan fakir miskin. Kewajiban mengganti puasa bagi orang yang sudah tua yang tidak mampu berpuasa dapat diganti dengan membayar fidyah.
  • Rukhshah dalam bentuk mendahulukan kewajiban (Takhfif taqdim): Contohnya membayar zakat fitrah pada awal Ramadhan padahal waktu wajibnya adalah ketika akhir Ramadhan. Mengerjakan sholat Asar pada waktu Dzuhur dalam jamak taqdim, juga membayarkan zakat maal sebelum haulnya.
  • Rukhshah berupa penundaan kewajiban (Takhfif ta'khir): Seperti penangguhan puasa Ramadhan ke waktu sesudahnya, melaksanakan shalat Dzuhur pada waktu Ashar.
  • Rukhshah berbentuk peringanan (Takhfif tarkhis): Rukhshah berbentuk peringanan. Contohnya diperbolehkan memakan bangkai saat kelaparan, berobat dengan obat-obatan atau makanan yang najis atau haram, dan meminum khamar bagi orang yang tersekat tenggorokannya. Seluruh jenis rukhshah ini dapat dilakukan jika sudah menjadi keharusan dan satu-satunya jalan bisa ditempuh untuk menyelamatkan penderita.
  • Rukhshah dalam bentuk mengubah kewajiban (Takhfif taghyir): Contohya cara shalat dalam kondisi peperangan, shalat dalam kondisi ini bisa dilakukan sesuai kemampuan dan gerakan yang mungkin bisa dilakukan. (Amir Syarifuddin, 2000: 326, Abdul Haq, 2006: 183-185).

Dalam Objek Rukshah perpesktif fiqh sering ditegaskan bahwa setiap ada massaqah akan mendapatkan rukhsah, tetapi tidak semata-mata semua orang mendapatkan rukhsah ini. Ada beberapa kategori yang bisa mendapatkan rukhsah, diantaranaya:

  • Ikrah (pemaksaan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun