Mohon tunggu...
Farida Azzahra
Farida Azzahra Mohon Tunggu... Konsultan - Law Student

A learner and hard worker person. Have an interest in law and political issues.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Membaca Arah Kemarahan Jokowi

15 Juli 2020   20:41 Diperbarui: 17 Juli 2020   19:27 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (kanan) meminpin rapat kabinet terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/7/2020). Ratas tersebut membahas kelanjutan kerja sama penurunan emisi gas rumah kaca antara Indonesia dan Norwegia dan kebijakan instrumen nilai ekonomi karbon. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool/wsj.(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A via KOMPAS.com)

Marah, geram, jengkel, dan kecewa, itu lah yang diutarakan Presiden Jokowi saat menggelar Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara 18 Juni 2020 lalu.

Pada sidang tersebut, Presiden dengan nyata menyampaikan kekecewaanya terhadap para menteri yang dinilai tidak memiliki sense of crisis.

Presiden kecewa lantaran para menteri tidak memiliki kepekaan dan kepedulian di tengah situasi darurat penyebaran Pandemi Covid-19 saat ini.

Kinerja para menteri kemudian dinilai jauh dari harapan. Beberapa yang menjadi sorotan ialah kinerja Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial.

Sebagaimana disampaikan Jokowi pada pidatonya, bahwa dari Rp 75,3 Triliun anggaran kesehatan yang tersedia, anggaran yang terserap baru sejumlah 1,53 persen. 

Namun, kemudian hal tersebut dikoreksi oleh Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa anggaran pemulihan ekonomi untuk sektor kesehatan baru terserap sebesar 4,68 persen.

Adapun terkait dengan kinerja Kementerian Sosial, Jokowi menilai bahwa serapan anggaran untuk perlindungan sosial dan penyerahan bansos masih terlalu minim, bahkan cenderung tidak optimal. Tidak hanya itu, pelaksanaan stimulus ekonomi juga tak luput dari perhatian Jokowi. 

Ia menyayangkan kerumitan prosedur birokrasi di pusat yang menyebabkan anggaran untuk stimulus ekonomi tertumpuk dan belum dapat tersalurkan dengan optimal pada sektor UMKM. 

Padahal sebelumnya Jokowi telah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang bertujuan untuk memberi stimulus ekonomi di tengah penyebaran Pandemi Covid-19.

Atas hal tersebut, Jokowi kemudian tak segan-segan menyatakan untuk melakukan pembubaran lembaga atau bahkan merombak kabinet (reshuffle). Pembentukan Perppu pun juga akan dilakoni jika memang hal tersebut dibutuhkan. Adapun Jokowi mengklaim hal tersebut sebagai bentuk pengorbanan reputasi politik demi kepentingan rakyat dan negara.

Kini, sudah hampir berjalan sebulan pasca ancaman tersebut diserukan Jokowi pada Juni lalu. Namun, desas-desus perombakan kabinet belum terdengar kembali di khalayak publik.

Skenario Reshuffle

Penyebar luasan video pidato kemarah Jokowi diketahui baru diunggah oleh akun Youtube Sekretariat Presiden pada 28 Juni 2020 lalu.

Padahal, sidang tersebut telah berlangsung 10 hari sebelumnya, yakni pada 18 Juni 2020. Celah pengunggahan video tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan dan berbagai persepsi di kalangan publik dan pengamat politik.

Bahkan tak sedikit yang kemudian menganggap bahwa aksi kemarahan Jokowi tersebut merupakan rekayasa yang sengaja dilakukan sebagai bentuk pengalihan isu.

Terlebih, saat Jokowi menggunakan teks saat menyerukan pidato kemarahan tersebut. Timbul anggapan bahwa kemarahan Jokowi sesungguhnya merupakan sesuatu yang dibuat-buat.

Jika dikatakan bahwa kemarahan Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet lalu merupakan sebuah rekayasa, kiranya hal tersebut tidak tepat.

Sebagaimana ditegaskan oleh pengamat politik Yunarto Wijaya, bahwa kemarahan Jokowi merupakan bentuk kemarahan pemerintahan, sementara kemarahan yang dilakukan tanpa teks merupakan bentuk kemarahan spontan yang dilakukan oleh pihak oposisi. 

Hal tersebut bahwasanya merupakan hal yang relevan, sebab sebagaimana diketahui bahwa Sidang Paripurna Kabinet 18 Juni lalu merupakan agenda sidang tatap muka pertama kalinya setelah sebelumnya Presiden menggelar sidang secara virtual karena penyebaran Pandemi Covid-19.

Artinya, segala sesuatu pasti sudah dipersiapkan dan direncanakan, termasuk teks pidato kemarahan yang memang sudah dirancang sebelumnya.

Penyusunan teks pidato kemarahan tersebut bahwasanya dapat dikatakan sebagai bentuk respons penilaian Jokowi terhadap lambannya kinerja kabinet di tengah situasi darurat saat ini.

Kemarahan yang telah dipersiapkan tersebut bahwasanya bukan merupakan suatu rekayasa, melainkan hal yang telah lama dirasa namun menunggu momentum dalam penyampaiannya.

Adapun kemarahan Jokowi pada Sidang Kabinet 18 Juni lalu bukanlah kemarahan untuk yang pertama kalinya. Sebelumnya, Jokowi pernah beberapa kali menegur keras mekanisme pendistribusian bansos yang dirasa masih lamban pada Ratas virtual Mei 2020 lalu.

Selain itu, Jokowi pun pernah menegur Kepala Daerah yang pada saat itu belum melakukan realokasi dan refocusing APBD untuk penanganan Covid-19 pada April 2020 lalu. 

Hal-hal tersebut menunjukan bahwa sebenarnya Presiden telah lama merasa kecewa dan cenderung tidak puas terhadap kinerja kabinetnya. Namun, puncak kemarahan baru diserukan pada Sidang Paripurna Kabinet dengan pertemuan langsung pada 18 Juni lalu.

Timbul pertanyaan kemudian, apakah isu perombakan kabinet ini sesungguhnya merupakan rencana lama Jokowi atau hanya berupa ancaman belaka?

Terdapat sebuah kemungkinan bahwa seruan perombakan kabinet pada sidang tersebut merupakan skenario yang telah dipersiapkan ketika suatu waktu Presiden hendak memutuskan perombakan kabinet. 

Pemberhentian dan pengangkatan menteri bahwasanya memang merupakan hak prerogatif Presiden, tetapi dalam hal ini Jokowi sepertinya ingin menciptakan "prakondisi" sebagai bentuk afirmasi tindakan ketika hendak melakukan perombakan kabinet sewaktu-waktu.

Kemungkinan lainnya adalah Jokowi telah memahami bahwa pada umumnya loyalitas koalisi partai pemerintahan pada periode kedua Presiden hanya akan berlangsung selama 2-3 tahun. 

Bukan hal baru lagi bahwa tahun-tahun terakhir masa periode jabatan Presiden merupakan waktu bagi partai politik untuk menyungsung koalisi baru guna mengikuti Pemilu yang akan datang. Bahkan belum berjalan satu tahun masa periode kedua Jokowi, sudah ada partai koalisi yang bersiap untuk menjadi oposisi. 

Oleh sebab itu, bisa aja agenda reshuffle menteri ini sudah menjadi bagian awal dari skenario pemerintahan Jokowi, dalam arti bahwa pada tahun-tahun pertama pemerintahan, memang sengaja dibentuk kabinet yang berisikan pihak-pihak dari partai koalisi pendukungnya, atau bisa dibilang sebagai bentuk politik terimakasih. 

Akan tetapi, kemudian Presiden menyadari bahwa dukungan partai koalisi dan tentu saja parlemen tidak akan bertahan cukup lama dalam membantu Presiden menyukseskan strategi kebijakannya, sehingga pada akhirnya Presiden memilih untuk merombak kabinet tersebut dengan nama-nama yang mungkin saja telah dipersiapkan sebelum adanya komposisi kabinet saat ini, terlepas dari pengaruh sekelompok orang di sekitarnya.

Adapun terkait agenda perombakan kabinet tersebut, terdapat pola yang sebenarnya dapat kita cermati dari periode sebelumnya.

Tercatat sebanyak empat kali Presiden Jokowi melakukan perombakan pada periode lalu, yakni pada 12 Agustus 2015, 27 Juli 2016, 17 Januari 2018, dan yang terakhir pada 15 Agustus 2018. 

Dapat kita lihat bahwasanya agenda perombakan ini paling banyak terjadi antara bulan Juli-Agustus. Hal tersebut tentu bukan tanpa sebab, karena pada bulan-bulan tersebut lah Presiden akan merima laporan kinerja para Menteri dan akan menyampaikannya pada Sidang Tahunan MPR 16 Agustus bersamaan dengan pembacaan laporan keuangan.

Lantas, apakah agenda reshuffle ini akan segera dijalankan?

Komposisi yang Ideal

Sebagaimana diketahui, bahwa pada periode pertama masa jabatannya, Jokowi telah melakukan empat kali perombakan kabinet. Adapun pada perombakan kabinet periode pertama Jilid II (2016), Jokowi justru memasukan nama-nama politisi yang baru saja bergabung dengan koalisinya, seperti PAN dan Golkar.

Hal tersebut dapat dimaknai sebagai salah satu cara bagi Presiden untuk mendapatkan dukungan lebih banyak di Parlemen.

Sebab, sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial, komposisi kekuatan politik di parlemen sangat diperlukan demi menjaga stabilitas pemerintahan, hal ini lah yang kemudian membuat Jokowi membutuhkan afirmasi dari parlemen.

Namun, pada periode kedua, komposisi kabinet Jokowi terdiri atas 53% kalangan professional dan 47% kalangan politisi.

Agenda reshuffle pertama pada periode kedua ini bisa saja menghadirkan lebih banyak kalangan profesional yang dianggap oleh Presiden mampu melancarkan program kerja Presiden, terutama di tengah situasi penyebaran pandemi saat ini.

Idealnya, komposisi perombakan kabinet yang akan dilakukan Jokowi pada periode kedua ini dapat lebih mengutamakan mereka-mereka yang memang memiliki kapasitas dan integritas dalam mewujudkan visi-misi Presiden.

Untuk itu, pelibatan kalangan teknokrat hendaknya perlu diperbanyak demi memuluskan pelaksanaan program-program Presiden.

Adapun keterlibatan kalangan politisi dalam struktur kabinet memang tidak bisa serta merta diabaikan atau dihilangkan begitu saja.

Keterlibatan politisi dan manajemen koalisi yang baik di parlemen tetap menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Namun dengan jumlah yang proporsional dan kapasitas latar belakang yang memadai. Sebab, salah-salah memposisikan menteri justru bisa menjadi boomerang tersendiri bagi Jokowi.

Hak untuk mengangkat menteri sebagai pembantu Presiden menjadi kewenangan Presiden seutuhnya sebagai kepala pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial.

Oleh sebab itu, pemilihan menteri serta kinerja daripada menteri itu sendiri tentu tidak terlepas dari cerminan kinerja dan keberhasilan Presiden dalam menjalankan visi-misinya.

Entah prakondisi atau sekadar narasi, yang jelas cepat atau lambat, perombakan kabinet dapat diumumkan kapan saja oleh Presiden. Siapapun yang diganti, harus mempersiapkan diri untuk angkat kaki dari kursi kabinet Jokowi.

Dan siapapun yang terpilih, kita semua berharap agar mereka benar-benar dapat membantu Presiden dalam agenda mewujudkan kesejahteraan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun