Aku berlari menerjang kegela- pan itu tapi aku malah kembali ke rumahku. Sekarang, di dalam rumahku sudah tidak ada siapa- siapa. Yang tersisa hanya arwahku dengan segala kekosongan di sekelilingku.
Aku hanya berlalu lalang ke sana ke mari dengan penuh kebingungan. Waktu berlalu tapi lebih terasa seperti berhenti. Aku tidak tahu hari, tanggal, bulan, dan tahun berapa sekarang.
Aku bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana kelanjutan komik favoritku? Komik itu belum selesai. Aku ingin mengetahui kelanjutan- nya. Apa tokoh favoritku mati? Sepertinya tidak mungkin. Dia sangat kuat-tidak sepertiku.
Aku suka sekali dengan Emma Stone. Apa dia sudah bermain film baru? Nyanyiannya sangat indah ketika ia bermain di La La Land. Seperti apa film Emma Stone yang baru? Aku yakin itu sangat bagus.
Sekarang aku ingin mie instan. Rasa soto sepertinya enak. Ditambah rawit dan telur. Akan lebih enak lagi jika dinikmati di saat hujan. Aku juga ingin pergi ke pantai. Melihat ombak dan matahari tenggelam sepertinya akan terasa nyaman. Ah... kenapa aku memikirkan semua itu sekarang?
Aku sudah mati. Aku sudah mati. Aku sudah mati. Ingatlah hal itu. Tapi... bagaimana caranya hidup kembali? Apa aku bisa hidup kembali? Apa aku bisa melakukan hal-hal yang kusukai sekali lagi? Kenapa sekarang aku merasa bahwa aku tidak ingin mati? Apa ini sesuatu yang disebut penyesalan? Kenapa rasanya tidak menyenangkan? Apa kematian selelau dipenuhi rasa sesal? Apa kematian adalah sesuatu yang salah?
Apa semuanya akan lebih baik jika aku tetap bertahan hidup? Ah... kenapa aku harus mati sekarang? Kenapa aku mengikat- kan tali di leherku? Kenapa aku menendang kursi pijakanku itu? Kenapa aku tidak membawa gunting dan memutuskan tali itu ketika aku hampir kehabisan napas? Kenapa saat itu aku memilih untuk mati?
SELESAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H