Beberapa bulan belakangan ini, penyebaran virus Corona (COVID-19) mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan berdampak pada setiap sendi kehidupan masyarakat di berbagai daerah. Bagaikan hidangan hangat, media-media mainstream menyajikan berita perkembangan COVID-19 secara aktif dan masif.
Banyak cara telah di lakukan guna mencegah penyebaran dan mempercepat penanganan COVID-19. Mulai dari penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga penerapan protokol kesehatan di masa transisi ini, namun jumlah kasus positif Corona kian hari kian bertambah.
Untuk penanganan ini pemerintah setidaknya mengucurkan anggaran sebesar 405,1 trilliun dari APBN 2020, guna disalurkan kepada sejumlah pos-pos yang diperlukan untuk penanganan dampak COVID-19 baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.Â
Dalam fase ini berbagai tempat publik baik rumah ibadah, taman rekreasi maupun pusat perbelanjaan sempat ditutup untuk sementara waktu. Dengan tujuan memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Tak terkecuali dunia kampus dengan segala hiruk pikuknya harus ditutup sementara waktu, dengan sistem kuliah daring atau pembelajaran jarak jauh. Yang menyebabkan segala aktivitas kemahasiswaan harus berbaris daring.Â
Berbagai macam agenda organisasi tentunya tidak dapat terlaksanakan. Dikarenakan berkurangnya intensitas tatap muka antar mahasiswa yang menjadi kendala dalam setiap program kerja organisasi yang telah direncanakan.Â
Sebagaimana yang terjadi pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), terhentinya aktivitas kemahasiswaan berdamapak pada terhambatnya proses perkaderan dan agenda kaderisasi yang seharusnya sudah tertunaikan.
Meski demikian, kita harus mencari solusi atas kebuntuhan yang terjadi. Sebagai insan akademis yang mampu berfikir kritis, Â tentu menjadi nilai lebih bagi kita sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan problematika yang ada dengan tetap berpegang teguh atas keyakinan dan perjuangan membela kaum mustadh'afiin.
Sejauh ini sudah banyak kader-kader HMI di berbagai daerah yang telah berinisiatif melakukan aksi-aksi sosial dalam menggalang dana, menyediakan bantuan dan berpartisipasi dalam mensosialisasikan pencegahan virus Corona.Â
Kehadiran HMI di tengah masyarakat, merupakan realitas historis yang membawa pesan perkaderan dan perjuangan untuk mengakselerasikan perubahan masyarakat yang konstruktif menuju tata sosial yang lebih baik (masyarakat madani).
Nurcholish Madjid dalam bukunya Islam kemodernan dan keindonesiaan menyatakan bahwa masyarakat madani diperlukan dalam membangun tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.
karena masyarakat madani adalah sebuah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, berkeadaban, keadilan, egaliter, dan juga prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Terlepas dari pesan perkaderan diatas, cukup banyak banyak ruang-ruang diskusi maupun seminar berbasis online yang telah diadakan. Pengembangan proses pembinaan kader melalui media digital memberikan kemudahan bagi setiap kader dalam mengakses berbagai kegiatan dan ilmu yang disampaikan.
Ini merupakan sebuah langkah yang inovatif agar proses perkaderan yang ada dalam himpunan tetap berjalan dengan baik dan mengikuti regulasi yang berlaku.
Walaupun dalam keadaan pandemi, pembinaan terhadap kader harus tetap di optimalkan. Karenanya merupakan kebutuhan yang mendasar dalam sebuah organisasi untuk mempersiapkan generasi penerus yang mampu menjadi tulang punggung organisasi. Meskipun sejauh ini memang belum maksimal dalam pengaplikasiannya dan terdapat berbagai macam kendala.Â
Karena pada dasarnya proses perkaderan bukan hanya sebatas jenjang training yang ada di HMI, melainkan pengembangan potensi yang ada di dalam diri setiap kader. karena sejatinya proses perkaderan adalah pembentukan menuju insan kamil.Â
Suatu kelaziman apabila perkaderan HMI dilakukan penyegaran sebagaimana tuntutan zaman, terlebih di tengah wabah COVID-19 yang mengharuskan kita agar tetap menjaga jarak dan meminimalisir kegiatan di tempat keramaian.Â
Merujuk pada pedoman perkaderan, HMI menggunakan pendekatan sistematik dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi kader dan seluruh proses perkaderannya. Sebagaimana tertuang dalam pasal 8 Anggaran Dasar, HMI berfungsi sebagai organisasi kader.
Karenanya kader memiliki arti dan kedudukan yang khusus sebagai sekelompok orang direkrut, berproses dan dibina secara khusus dan terus menerus untuk menunaikan tujuan organisasi.Â
Perkaderan HMI adalah sistem yang mengatur tentang kader dalam proses/rangkaian latihan guna menjadi tulang punggung organisasi.
Lalu, Â bisakah proses/rangkaian latihan formal diadakan secara daring?Â
Tentu saja bisa, semua keputusan tergantung kepada kebutuhan dan kesanggupan setiap komisariat maupun cabang. Dalam hal ini Basic Training (Latihan Kader-I) dan Intermediate Training (Latihan Kader-II). Dengan mekanisme pelatihan yang disederhanakan namun tetap dengan kerangka acuan dan panduan dari Instruktur.
Bagaimana dengan pencapaian indikator dan aspek-aspek penilaian?Â
Dalam hal ini sebagaimana saya katakan di awal bahwa penyelenggaraan latihan formal tergantung pada kebutuhan dan kesanggupan lembaga. Tentu saja penyelenggaraan latihan formal daring memiliki resiko dan kendala yang rumit dalam berbagai aspek.Â
Namun permasalahan ini dapat terselesaikan dengan soliditas tim yang kuat dan komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaannya. Tentunya dengan pelonggaran regulasi dalam pelaksanaan latihan formal yang ada guna mempermudah proses kaderisasi di masa pandemi.
Disamping itu juga kita harus mengoptimalkan segala sumber daya yang ada serta fokus pada ranah pengembangan potensi kreatif yang sejatinya menjadi ruh dari keberlangsungan himpunan.Â
Dengan demikian proses perkaderan dan agenda kaderisasi dapat berjalan dengan baik di tengah pandemi COVID-19.
Yakin Usaha Sampai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H