Selain nama-nama diatas, dunia internasional juga mencatat nama-nama pemimpin negara di usia 30-40 tahun seperti Juri Ratas PM Estonia, Leo Varadkar PM Irlandia, dan Sebastian Kurz Kanselir Austria yang pernah menggenggam status kepala pemerintahan termuda di dunia. Kurz diangkat sebagai Kanselir Austria saat menginjak usia 31 tahun pada 2017 lalu.
Kembali ke Gibran yang pernah disebut 'anak ingusan' dan konteksnya sebagai pemimpin muda, seperti yang telah dilakukan oleh pemimpin muda dunia lainnya, usia sepatutnya tidak menjadi persoalan. Apalagi menjadikan usia sebagai alasan mendeskreditkan kinerja seorang Gibran.
Layaknya seorang pemimpin muda lain, Gibran tentu masih memiliki kekurangan. Seperti dilansir Solopos.com Gibran sempat menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan dua proyek dari 17 prioritas pembangunan, yakni revitalisasi Lokanata dan Viaduk Gilingan. Dan kekurangan lain selama dua tahun lebih kepemimpinannya dalam memimpin Kota Solo.
Namun demi keberlangsungan iklim demokrasi nasional yang sehat, diskursus kritik terhadap pejabat-pejabat publik seharusnya berfokus terhadap kinerja dan apa yang telah dikerjakan. Bukan lagi soal berapa usianya dan siapa keluarganya.
Jika merujuk pada capaian kinerja dan perspektif pembangunan, Gibran bukan lagi 'anak ingusan'. Terbaru, Lembaga Survey Indonesia (LSI) memberikan catatan menarik terhadap capaian kinerja Gibran.
Bahkan berdasar hasil survey LSI yang rilis pada 11 Juli 2023 lalu, nama Gibran memperoleh elektabilitas sebesar 7,6 persen Wakil Presiden. Mengungguli politisi senior seperti Airlangga Hartarto, Puan Maharani, hingga Zulkifli Hasan.
Dan lebih jauh, Gibran adalah replika pemimpin muda masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H