Mengitutip Radar Banyuwangi Edisi Kamis, 16 April 2020, WA (43) warga Dusun Simbar Desa Tampo Kecamatan Cluring diamankan pihak kepolisian lantaran memajang foto yang menampilkan ketelanjangan dan menawarkan jasa pijat di media sosial.
Setelah melakukan pemijatan, pelaku juga menawarkan jasa seksual hingga berhubungan badan terhadap pelanggan. Anehnya, jasa seksual yang ditawarkan adalah sesama jenis. Informasi tersebut berhasil diungkap kepolisian setelah menerima aduan masyarakat, lalu melakukan penyelidikan mendalam melalui tim cyber.
Koherensi Kesusilaan
Rentetan kasus diatas tentu menjadi ironi tersendiri, mucul pertanyaan dan bakal banyak memantik ruang diskusi. Mengapa, apa dan bagaimana pola-pola amoral bisa cukup masif terjadi ditengah masyarakat kita saat ini. Sebelum sejauh itu memetakan polanya kita juga harus membedah dahulu latar belakang dari kasus diatas.
Meski ketiganya sama-sama memiliki koherensi dalam hal kesusilaan namun latar belakang yang mendalanginya cukup berbeda. Pertama, kasus MR (23) justru lebih mengarah pada predrator seksual, alasan apapun yang diberikan pelaku tentu menjadi tanda tanya besar.Â
Ketenaran macam apa yang hendak diraih jika menafikan harkat dan martabat diri sendiri. Pun kejadian tersebut tidak terjadi hanya pada satu orang saja, sebelumnya tersangka juga melakukam hal serupa dengan orang yang berbeda. Tentu kala itu hukum yang diterima sangat ringan akibat putusan diversi. Hal ini merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012.
Kedua, kasus AT (23) yang memiliki latar belakang ancaman didalamnya juga perlu menjadi atensi. Sebab ancaman tersebut muncul imbas iming-iming pelaku yang berhasil memperdaya korbannya. Tentu jika ditilik dari aspek hukum pidana, bisa masuk dalam aturan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 369 Ayat 1.
Namun bukan sembarang ancaman tentunya yang dilakukannya, sebab pelaku mengelabui korban dengan melakukan perekaman adegan ketelanjangan. Lalu menggunakannya sebagai bentuk tawar agar korban terancam dan menuruti kemauan tersangka.
Ketiga, kasus WA (43) jika dirunut motif pelaku adalah ekonomi, dengan memanfaatkan jasa seksual yang ditawarkan. Jika ditinjau dari media yang digunakan tersangka bisa dijerat UU ITE, dalam hukum pidana umum, persoalan prostitusi juga diatur dalam Pasal 298 KUHP.
Konsekuensi Hukum
Idealnya segala bentuk upaya permufakatan jahat yang berimbas pada aspek hukum tentu dapat berpotensi memantik konsekuensi hukum yang terjadi. Dampak tersebut menjadi ironi lantaran terfasilitasi adanya teknologi yang sedari awal muncul memang seperti layaknya pisau bermata dua.