Dalam konteks itu, Tito menegaskan perlunya bangsa Indonesia untuk terus memperkuat persatuan dan ketahanan bangsa. Jika tidak, Indonesia akan mudah dimasuki oleh paham-paham asing yang radikal dan tidak sesuai dengan falsafah Pancasila. Pada akhirnya, pengaruh asing itu bisa memecah belah bangsa Indonesia.
Tito mengingatkan, radikalisme dan terorisme tidak dapat diidentikkan dengan salah satu agama, termasuk Islam. Terorisme biasanya dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan kepada masyarakat sipil non kombatan dengan tujuan politik dan ideologi. Tipologinya banyak.
Aksi teror yang dilakukan oleh sekte Aum Shin Rikyu dengan meledakkan gas sarin di kereta bawah tanah di Jepang dilakukan oleh ekstremis Budha. Aksi teror di Irlandia Utara terkait konflik antara Kristen Katolik dan Protestan. Bom Oklahoma yang meledakkan gedung FBI dilakukan oleh ekstremis kristen. Di Sri Lanka juga demikian, selain alasan kesukuan (Tamil Tiger) juga ada konflik agama antara Hindu dan Budha.
Tito mengajak perguruan tinggi untuk berperan serta menangkal paham radikal dengan cara melakukan kajian yang kritis terhadap ideologi tersebut, memberi penjelasan kepada masyarakat, dan melakukan counter terhadap radikalisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H