Nama: Muhamad Farda Setiawan Annafi
NIM: 22107030043
Kelas: Ilkom B
Tulisan ini dibuat guna melaksanakan UTS matakuliah Peradaban Islam di Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.Â
Wonosobo. Kabupaten kecil yang berposisi tepat di tengah pulau jawa. Walaupun hanya memiliki luas sekitar 984,68 km2, namun kabupaten ini memiliki banyak keunikan baik secara sosial budaya, religi, maupun geografi. Bukan hanya terkenal dengan mie ongklok-nya atau pun tempe kemul yang luar biasa lezat itu, Wonosobo juga terkenal atas banyaknya situs bersejarah yang tiap harinya selalu banyak didatangi para turis baik lokal maupun internasional.
Tentu anda sudah familiar atau setidaknya pernah mendengar tentang Dataran Tinggi Dieng. Salah satu daerah terdingin di Indonesia itu, memiliki banyak sekali peninggalan warisan leluhur kita. Itu pula yang banyak mengundang para wisatawan bahkan para ahli untuk datang ke daerah ini.Â
Banyak sekali objek wisata yang bisa dikunjungi dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Diantaranya yang terkenal seperti candi Arjuna, Kawah Sikidang, dan Telaga Warna. Namun demikian, banyak orang yang tidak menyadari tentang kehebatan dan rahasia tersembunyi diantara tempat-tempat dan budaya di Dieng ataupun Wonosobo secara umum. Dan itulah yang menjadi tujuan tulisan ini dibuat.
Awal semula
Wonosobo secara etimologi berasal dari bahasa sanskerta, vanasabh yang artinya "tempat berkumpul di hutan" yang memang erat kaitannya dengan sejarah dari Wonosobo itu sendiri yang berawal dari beberapa orang (kiai) yang pertama kali datang ke daerah ini yang pada mulanya berupa hutan. Kiai-kiai tersebut bernama kiai walik yang bermukim di sekitar kota Wonosobo sekarang, Kiai Karim Di Kalibeber, dan Kiai Koledete Di Wonosobo
Selanjutnya, mulai tumbuh struktur politik dan kekuasaan Di Wonosobo. Tumenggung Kertowaseso adalah salah satu yang menempati pusat kekuasaan Di Selomanik. Kemudian ada Tumenggung Wiroduta yang menjadi penerus tahta kekuasaan Wonosobo, yang menaruh pusat kekuasaannya di daerah yang sekarang dikenal sebagai Dusun Kalilusi, Desa Pecekelan, Kecamatan Sapuran yang di kemudian hari memindah pusat kekuasaannya ke Ledok atau yang saat ini dikenal sebagai Plobangan
Di masa kolonialisme Belanda, Wiilayah Wonosobo juga menjadi salah satu basis pertahanan dari pasukan Diponegoro yang terlibat dalam perang Diponegoro (1825-1830). Dari perang tersebut, lahir beberapa tokoh penting yang ikut memebantu perjuangan Diponegoro serta melahirkan Kota Wonosobo saat ini.Â