Kalibeber sangat dikenal karena pondok pesantren-nya. Yang tertua adalah Pondok Pesantren Al-Asy'ariyah yang didirikan oleh KH. Muntaha Al-Hafizh (w.2004) Seorang ulama yang berdedikasi terhadap ilmu al quran. Semasa hidupnya beliau berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain dengan berjalan kaki sebagai tirakatnya.Â
KH. Muntaha Al-Hafizh adalah sosok yang jasanya luar biasa dalam membangun kemajuan masyarakat bukan hanya pada aspek agama, namun juga pendidikan, ekonomi bahkan kesehatan.Â
Karya monumental beliau salah satunya adalah Al-Quran raksasa dengan tinggi 2 meter, lebar 3 meter, dan berat lebih dari 1 kwintal. Juga karya lain beliau yang terkenal adalah tafsir Al-Quran tematik yang beliau susun bersama dengan para kiai di Pesantren Al-Asy'ariyah.
Selain Al-Asy'ariyah, terdapat juga pondok pesantren lain yang ada di Kalibeber.
Tari Lengger
Tari lengger sebagai tarian yang sarat akan nilai-nilai religius-spiritual yang menjadi ciri khas tarian dari daerah Wonosobo. Tari ini berasal dari Selomerto, Wonosobo dan konon merupakan modifikasi dari tari lengger lanang yang berkembang di daerah Banyumas dengan mengganti pemain lenggernya menjadi seorang wanita dari yang awalnya adalah pria yang berpenampilan seperti wanita.
Tari ini menampilkan seorang wanita sebagai lengger dan seorang pria yang memakai topeng dengan gerakan khas mengibingnya. Setiap topeng yang ditampilkan memiliki cerita dan tentunya gerakan tari yang berbeda-beda pula. Dalam iringannya, tari topeng lengger biasanya diiringi dengan musik gamelan dan tembang dari sinden dengan tembang yang bermacam-macam sesuai karakter yang ditampilkan. Tari ini berisi pesan pesan sosial bahkan religi spiritual yang begitu kuat yang tersirat dalam setiap gerak dan lagunya.
Kondisi Sosial-Budaya Masyarakat
Kondisi sosial budaya masyarakat Wonosobo banyak terpengaruhi dari kondisi alamnya yang berada di daerah pegunungan di mana mayoritas penduduknya bekerja di sektor agraris. Hal ini ditunjukkan misalnya dengan adanya terasering yang terbentang sepanjang daerah pegunungan Wonosobo, bahkan di wilayah paling tinggi sekalipun. Ini menunjukkan kemampuan bertani masyarakat yang sejak dahulu telah memiliki kemajuan dalam hal cara membudidayakan tanaman dan memanfaatkan lahan.Â
Karena wilayahnya yang berada persis ditengah-tengah pulau jawa, maka kondisi sosial yang berkembang pun banyak mengalami akulturasi dan modifikasi dari kebudayaan lain. Contohnya adalah bahasa. Bahasa Wonosobo memiliki keunikan tersendiri dibanding daerah lain yang berbahasa jawa pula.Â
Bahasa Wonosobo adalah pertengahan antara bahasa Jawa ngapak dan bahasa jawa mataraman atau bandekkan. Hal ini terlihat dari kata-kata yang mengandung huruf O dalam bahasa jawa mataraman seperi sego, bolo, gulo, dan sebagainya digantikan menggunakan huruf A seperti sega, bala, gula yang memiliki kemiripan dengan bahasa jawa banyumasan (ngapak) namun dengan logat yang berbeda.Â