Dengan tenang aku mulai berjalan menuju rumahku untuk melihat apa yang terjadi dan apa yang harus kulakukan dengan situasi ini. Sepanjang jalan aku berpikir keras mengenai keadaan saat ini karena ini merupakan hal yang tidak masuk akal bagiku hingga tanpa sadar aku sudah sampai di depan rumahku, namun bukannya terkejut dengan situasi saat ini aku lebih terkejut dengan pemandangan yang ada di depanku.
"Hahaha, kali ini mimpi apa lagi." Aku mulai tertawa secara paksa melihat orang-orang di hadapanku.
Bagaimana tidak? mereka adalah aku dan kedua orang tua ku.
"Apa yang terjadi saat ini? apakah ini bukan duniaku?" gumamku.
Aku mengetahui dengan jelas bahwa tubuhku saat ini tidak dapat terlihat oleh mereka dan berbentuk seperti bayangan sehingga aku hanya bisa memperhatikan mereka saja.
"Hati-hati di jalan Lana dan Ayah." Ucap Ibuku setelah salim kepada Ayah.
"Kami berangkat dulu ya Ibu." Anak kecil di dalam dunia itu yang merupakan aku sedang melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan kepada sang Ibu, ia mulai memeluk perut Ayahnya sebagai tanda bahwa ia sudah siap untuk berangkat.
Mengetahui hal itu sang Ayah segera melajukan motornya untuk mengantarkan sang anak. Mengejutkan, aku tidak percaya dalam dunia ini seorang 'aku' bisa hidup dengan bahagia dan harmonis bersama kedua orang tuanya, hal yang selalu aku impikan dan inginkan terjadi secara nyata pada diriku di dunia lain. Pernah sekali aku merasa kesulitan ketika tidak ada orang yang mengantar dan menjemputku saat sekolah dan yang kuharapkan untuk itu adalah kedatangan Ayahku.
Kupikir aku tidak lagi butuh kehadirannya, namun jauh di lubuk hatiku yang paling dalam aku menginginkan itu sama seperti ketika anak-anak lain bisa mendapatkannya, hanya karena sudah terbiasa dengan hal tersebut dan tidak pernah menangis aku mulai merasa bahwa aku bisa melakukan semuanya tanpa perlu membebani orang tuaku. Rupanya aku masih butuh peran seorang Ayah untuk menanyakan dan memperhatikan kondisiku serta seorang Ibu yang bisa merawatku ketika sakit.
Aku merindukannya. Aku merindukan waktu dimana aku dan Ayahku masih bisa berbincang secara normal, aku merindukan waktu ketika kita bisa tertawa bersama, aku merindukan Ayah yang selalu membawaku ketika jalan-jalan menyusuri kota, aku merindukan Ayah yang selalu mengajakku ke suatu tempat dan membawakan beberapa makanan setiap ia pulang kerja, aku merindukan masa dimana kita sering berolahraga dan bermain bulu tangkis bersama, aku merindukan semua waktu bahagia yang telah kita lakukan. Aku benar-benar menahan semua perasaan ini sendirian selama ini.
Seolah waktu yang kumiliki sudah habis, aku berganti tempat dan sedang berada di kamarku sendiri, entah peristiwa mengharukan apa yang akan kusaksikan kali ini.