Mohon tunggu...
Farah Najwa
Farah Najwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa komunikasi

Pelukis, penyanyi, humoris, penyayang, healing alam, berkreasi Konten kreator dan podcast menarik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lawan Gerakan Intoleransi dan Faham Radikalisme

7 Januari 2023   06:58 Diperbarui: 7 Januari 2023   22:18 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persebaran informasi dari internet yang sangat pesat, tingginya konsumsi terhadap media sosial, rendahnya literasi pengguna  atau kurang kritis terhadap informasi, serta Post-truth oleh pengguna media sosial. hal itu Menyebabkan informasi sulit untuk dapat dibendung. Kondisi ini menyebabkan UU ITE khusunya terkait penyebaran informasi belum dapat berjalan secara maksimal. Hingga memunculkan berbagai gerakan baru di media sosial yang bertujuan untuk membendung arus informasi yang berisikan  propaganda mengenai ekstrimisme, radikalisme, dan SARA.

Keterlibatan para kaum muda di dunia maya bukanlah secara mendadak. Terlihat Kaum muda aktif dalam media sosial yang menjadikan masalah ketika media sosial didominasi oleh pemberitaan kebencian terhadap pihak lain. Aktivitas kaum muda di media sosial tidak dapat dihentikan. Tetapi peran media sering membuat distorsi yang sedemikian rupa sehingga diartikan sebagai cara ataupun tindakan dan gerakan yang bersifat keras, kasar dan kejam.


Dari hal demikian tugas bagi pemuka agama dihadapkan dengan dakwah-dakwah di media sosial untuk memberikan pemahaman atau sosialisasi keagamaan yang inklusif sehingga kaum muda dapat memiliki pandangan dan sikap toleran, menghargai perbedaan, menghormati perbedaan keyakinan keagamaan yang dimilikinya.

Kaitannya dengan dakwah agama, maka pemuka agama maupun pendakwah tidak bertugas untuk menyiram bibit radikal serta intoleransi terhadap kaum muda dengan berbagai doktrin keagamaan yang disampaikan secara serampangan dan kurangnya konteks sosial historisnya. 

Para pemuka agama harus memberikan contoh yang subyektif dalam berdakwah secara bijaksana, ramah, santun, dan bertindak dengan damai dan menentramkan. Tidak dengan sembarangan dalam berkata dan bertindak.

Penanggulangan lebih mendasar yang dapat dilakukan dari sisi lainnya yakni dengan  penerapan media sosial dan literasi informasi yang menerapkan sikap cerdas bermedia sosial, dengan selektif dalam memilih juga memilah dan mencari informasi yang muncul, sehingga tidak mudah terprovokasi. 

Oleh karena itu yang perlu dipikirkan yakni cara agar antar umat dapat saling hidup berdampingan tanpa kecemburuan, perselisihan dan kekerasan. Mendirikan gereja maupun tempat peribadatan lain sebenarnya tidak masalah asalkan telah disetujui dan tidak menimbulkan persoalan baru diantara mereka. Harus ada pemahaman atau sosialisasi yang dalam tentang tempat peribadatan agama lain, apa maknanya dan mengapa harus banyak dijelaskan kepada umat Islam.

Penyelesaian selanjutnya untuk mengatasi permasalahan intoleransi maupun radikalisme yaitu dengan lebih memahami bagaimana konsep moderasi beragama sebagai salah satu bentuk kebijakan nasional, karena moderasi beragama dapat memadukan dan mempersatukan semangat beragama dan komitmen terhadap bangsa.

Sikap intoleransi dan radikalisme saling berkait erat. Sikap intoleran akan berkembang menjadi radikal dan bahkan akan memicu terror jika tidak dapat ditangani secara tepat. Untuk penanggulangan intolerasi dan radikalisme, dilakukannya upaya yakni dapat berupa program deradikalisasi bukan hanya semata persoalan individu, namun persoalan mengenai lingkungan sosial. Oleh karena itu khususnya peran keluarga dan masyarakat sekitar dalam mendorong sikap deradikalisme sangat penting dibutuhkan. Program deradikalisasi ini dilakukan oleh seluruh unsur masyarakat maupun pemerintah.

 Pada era desentralisasi demokrasi dibutuhkannya peran dari semua kalangan dan untuk membendung radikalisme diadnkannya program deradikalisasi yang melibatkan berbagai elemen, baik itu pemerintah maupun masyarakat sipil dengan menggunakan metode pendekatan soft power dan hard power. Kemudian dalam tulisannya, keterlibatan masyarakat sipil juga sangat dibutuhkan dalam penanggulangan radikalisme dan memungkinkan strategis untuk terus dikembangkan di negara Indonesia dalam era demokratisasi. 

Berbagai upaya-upaya yang telah diuraikan di atas dirancang guna menjadikan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang lebih sejahtera, maju dan damai. Pendampingan keagamaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat dikatakan berhasil apabila status dari empat indikator utama terpenuhi, yakni di antaranya toleransi, anti radikalisme, komitmen kebangsaan, dan penerimaan terhadap tradisi yang telah berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun