Ketidakpercayaan publik terhadap partai politik semakin meningkat menjelang pemilihan umum Indonesia tahun 2024. Bagi masyarakat umum, partai politik tidak memiliki manfaat positif untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan negara di era digital seperti sekarang ini, tetapi menghancurkan supremasi hukum dan demokrasi serta menciptakan situasi politik yang tidak teratur.Â
Di bawah krisis kepercayaan di era digital adalah buruknya kinerja partai politik, tercermin dari banyaknya kader partai yang terlibat kasus korupsi, kader partai yang tidak ikut rakyat dan melakukan perbuatan asusila.Â
Partai politik yang mengabaikan perannya dan bertindak sebagai pejuang aspirasi rakyat, yang mengabaikan demokrasi dan kebijakan moneter langsung, merendahkan rakyat dan negara. Buruknya kinerja kader partai membuat masyarakat pesimis terhadap partai politik sebagai pilar demokrasi.Â
Padahal, kader partai politik harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi di mana pun dan kapan pun, terutama dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota parlemen (DPRD, DPD, DPR RI, pimpinan daerah). Nilai-nilai demokrasi seperti keadilan, partisipasi, keadilan dan taat hukum harus menjadi pedoman perilaku dan definisi kebijakan publik. (Jainuri, Dosen Ilmu Pemerintah UMM).Â
Dalam praktiknya, seperti terlihat dari hasil survei LSN tersebut di atas, partai politik tidak menjadikan nilai-nilai demokrasi sebagai dasar atau pedoman berpolitik, melainkan menghadirkan kepentingan politiknya sendiri yang berlandaskan pada kesejahteraan pribadi. kader dan lembaga partai, sehingga mereka sendiri tidak menempatkan kebijakan publik di pihak masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan terhadap lembaga demokrasi terpenting seperti partai politik, DPR, DPD, dan MPR relatif rendah dibandingkan dengan lembaga demokrasi lainnya.Â
Menurut Lembaga Survei Nasional (LSN), 53,9% orang mengatakan tidak percaya. Percaya pada kejujuran partai politik. Rendahnya tingkat kepercayaan ini tentunya menjadi masalah serius bagi pengurus partai politik. Karena wajah demokrasi terletak pada partai politik. Untuk mengatasi krisis, partai politik harus menerapkan manajemen krisis dan mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan publik dan kualifikasi partai pada Pemilu 2024 dengan mengoptimalkan kegiatan kemasyarakatan mereka, mengupayakan pembaruan dan penataan sumber daya keuangan yang lebih baik, dan batasan waktu dan ruang elit berinteraksi dan berkomunikasi dengan publik.
Kehidupan demokrasi di suatu negara ditentukan oleh partisipasi politik warga negaranya. Partisipasi terjadi ketika masyarakat secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan politik. Misalnya dalam pemilihan presiden, pengurus daerah atau saat memilih wakilnya di parlemen, baik di pusat maupun di daerah.Â
Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia saat ini mencapai 196,7 juta orang.Â
Kondisi ini membuat partai politik berlomba membangun kekuatan baru di dunia digital. Mereka kemudian menggunakan berbagai platform media sosial yang ada untuk mendapatkan simpati para pakar teknologi. Hillary Brigitta Lasut mengetahui manfaat menggunakan media sosial untuk kepentingan politik. Anggota DPR RI terbaru ini menggunakan berbagai platform media sosial sebagai tempat untuk kampanye pemilihan umum 2019.Â
Selain lebih terjangkau, media sosial juga bisa menjangkau lebih banyak pemilih, menurut anggota DPR asal Sulawesi Utara ini. daerah pemilihan . Brigitta juga mengakui keberadaan media sosial sangat penting di masa pandemi saat ini untuk berinteraksi dengan banyak orang dalam waktu yang bersamaan. Teknologi digital juga memudahkan partai politik untuk menjangkau kadernya di seluruh negeri.
Pertanyaan Â
- Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dalam era digital?Â
- Bagaimana partai politik dapat merespons aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam era digital untuk memperbaiki krisis kepercayaan?Â