Mohon tunggu...
Abdullah Faqih
Abdullah Faqih Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Tertarik dengan isu masyarakat lokal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memoar Hutan Jati di Muna

25 Mei 2018   19:38 Diperbarui: 25 Mei 2018   23:37 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eksploitasi Hutan Jati di Muna (Pict: FWI)

Tidak cukup sampai di situ, di tahun 2002, pemerintah daerah Muna juga membuat peraturan tentang Izin Pengelolaan Kayu Tanaman Masyarakat (IPKTM). Peraturan tersebut diterjemahkan dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 yang berisi tentang pemberian wewenang atau izin pada masyarakat dan pengusaha lokal untuk memanfaatkan kayu jati di hutan Muna.

Semula, masyarakat beranggapan bahwa kebijakan tersebut sangat berpihak pada mereka. Masyarakat seolah diberikan ruang yang luas untuk ikut memanfaatkan sumber daya hutan. Namun demikian, kebijakan tersebut justru memberikan ruang yang lebih luas kepada para pengusaha, baik perusahaan besar maupun pengusaha lokal, untuk semakin mengeksploitasi hutan jati di Muna.

Konsekuensi dari diterapkannya peraturan tersebut adalah lahirnya modus baru dalam kerusakan kawasan hutan jati di Muna, yaitu sistem calo. Kayu jati yang memiliki izin penjualan sesuai dengan IPTKM harus dijual terlebih dahulu kepada calo dengan harga yang telah mereka tentukan. Hal itu mendorong para pengusaha yang memiliki IPKTM berlomba-lomba untuk menebang kayu jati sebanyak mungkin demi memenuhi target keuntungan ekonomi mereka.

Selain itu, penebangan kayu jati bagi pengusaha pemegang IPTKM juga banyak dilakukan di kawasan hutan negara yang amat dilarang. Namun, lemahnya peraturan daerah setempat mendorong eksploitasi sumber daya hutan di kawasan hutan negara, sekaligus di kawasan hutan tanaman rakyat.

Berbagai pihak pro-masyarakat lokal dan kelestarian hutan menuding implementasi IPTKM hanyalah modus baru dalam tata cara pengelolaan hutan jati di Muna. Para penguasa memperoleh keuntungan ekonomi yang berlipat akibat eksploitasi hutan jati yang mereka lakukan.

Sementara itu, masyarakat semakin merasa dirugikan karena tidak memiliki ruang untuk ikut memanfaatkan hutan dengan cara yang arif dan bijaksana. Mereka justru harus menanggung konsekuensi negatif dari gundulnya hutan jati Muna.

Hutan Jati, Riwayatmu Kini

Masa kejayaan hutan jati di Muna kini telah usai. Dinas Kehutanan Kabupaten Muna (2009) menuturkan bahwa luas tegakkan jati alam di Muna pada tahun 2000 hanya tersisa sekitar 12.000 hektar, sedangkan jati budidaya tersisa 1.406 hektar. Dari sisa tegakan jati tersebut, hanya kurang dari 10 persen yang menjadi hutan produktif. Luas hutan jati di Muna juga mengalami kemrosotan sebanyak 600 hektar pada tahun 2005.

Sumber lain mengemukakan bahwa di tahun 2006, hutan jati alam di Muna hampir punah dan hanya menyisakan jati budidaya seluas 80 hektar, yaitu 40 hektar di Tongkuno, 20 hektar di Matakidi, dan 20 hektar di Warangga.  Kawasan tersebut terhitung sebagai kawasan yang amat dilindungi oleh komunitas adat dengan tradisi yang masih kental.

Apabila ditengok ke belakang, kondisi tersebut tentu jauh berbeda. Di tahun 1980-an, luas tegakan jati yang tercatat sebagai hutan lindung mencapai 29.400 hektar. Beberapa tahun sebelumnya, yakni di tahun 1949, luasan hutan yang ada mencapai 38.360 hektar.

Pepohanan di hutan tersebut dulunya ditetapkan sebagai kawasan hutan penyangga yang dilindungi oleh negara, seperti di kawasan hutan Warangga, Patu-Patu, dan Kontu. Namun, di tahun-tahun berikutnya, kelestarian hutan yang ada tidak diindahkan dan menyebabkan pohon hutan jati di Muna perlahan-lahan musnah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun