Mohon tunggu...
Fauzul Faqih
Fauzul Faqih Mohon Tunggu... Desainer - Desainer Grafis, Copywritter, Penulis lepas yang ingin sekali bekerja di Tempo.

Jakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aku Adalah Ma'ruf Amin di Dalam Tugas Kerja Kelompok

20 Mei 2021   16:41 Diperbarui: 20 Mei 2021   16:54 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa sih yang nggak pengen ribet waktu dihadapkan sama pekerjaan kelompok, ya tentunya di antara kita semua nggak pengen ribet waktu jadi bagian di kerja kelompok. Ya minimal kalau kita gak bisa pegang kerjaan besar setidaknya kita kebagian yang ngeprint atau keluarin duit. Tapi gimana kalau kayak Wapres Ma'ruf Amin?

Ma'ruf Amin mengajukan rekomendasi agar para santri difasilitasi untuk mudik sehingga mereka bisa merayakan Idul Fitri bersama keluarga. Tentu ini menuai kritik karena dapat meningkatkan kasus Covid-19 dan tidak membawa rasa keadilan bagi masyarakat lainnya. Lalu apa yang menjadi faktor Ma'ruf bertindak demikian? 

Menjelang lebaran, tingkat kewaspadaan terhadap pandemi Covid-19 meningkat karena ada kekhawatiran jumlah kasus positif meningkat tajam. Hal ini terjadi pada liburan panjang sebelumnya, seperti liburan tahun baru yang mengakibatkan lonjakan kasus.

Pemerintah mengadakan peraturan Larangan Mudik dan Pengetatan Mudik yang tertuang dalam Addendum Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No. 13 Tahun 2021. Merespons hal ini, Ma'ruf Amin mengatakan para santri sebaiknya difasilitasi agar dapat melakukan mudik.

Kata "difasilitasi" ini sendiri tidak secara rinci. Namun, Masduki Baidlowi selaku Juru Bicara Wakil Presiden, mengatakan agar para santri tidak dikenai aturan-aturan ketat terkait larangan mudik agar mereka dapat pulang ke rumah masing-masing. Hal ini mengacu pada rentang waktu Pengetatan Mudik, yaitu sekitar tanggal 4 -- 5 Mei 2021.  

Ma'ruf berpendapat bahwa para santri memakan jangka waktu yang cukup lama untuk belajar dalam asrama. Para santri hanya dapat pulang setahun dua kali, yaitu Maulid Nabi dan bulan Puasa. Santri juga akan memakai kendaraan khusus atau sewa bus untuk pulang. Ma'ruf Amin turut meminta pemerintah daerah tidak menerapkan larangan mudik bagi para santri.

Ma'ruf juga menyarankan agar organisasi kemasyarakatan ikut menyusul dispensasi larangan mudik bagi santri. Ia merujuk pada ormas Islam, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) agar bisa memberikan surat khusus kepada presiden, wakil presiden sendiri atau institusi lainnya. Masduki mengatakan bahwa ide ini awalnya bukan ide dari Ma'ruf Amin, namun usulan PBNU. Selain itu, Ma'ruf merespons ulama-ulama pimpinan pesantren yang khawatir santrinya tidak bisa pulang.

Merespons pernyataan Ma'ruf Amin, PBNU menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah meminta dispensasi untuk santri agar bisa mudik. Ketua LP Ma'arif NU PBNU, Z. Arifin mengatakan bahwa ide dispensasi mudik bagi santri hanya berasal dari beberapa orang saja. Ide ini tidak pernah dibawa secara kelembagaan oleh PBNU.  

Arifin mengatakan bahwa larangan mudik pemerintah sudah sesuai dengan prinsip Maqashid Al-Syariah dari NU. Ia menambahkan bahwa mudik tidak menutup kemungkinan akan membahayakan jiwa.Kritik juga datang dari Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat. Djoko mengatakan bahwa Ma'ruf Amin memiliki sikap diskriminatif karena hanya menyasar kepada para santri dan dapat menghambat pemutusan rantai penyebaran Covid-19.

Dengan berbagai kritik tersebut, apa yang membuat Ma'ruf Amin mengusung ide "perlakuan khusus" untuk para santri pada saat mudik? Apakah ada faktor personal yang mempengaruhi keputusan tersebut? Santri Mendukung Santri? 

Sikap Ma'ruf Amin yang dinilai diskriminatif dapat dijelaskan melalui tulisan John Rawls yang berjudul The Sense of Justice. Ia menjelaskan bahwa sense of justice adalah keadaan di mana seseorang membawa rasa adil. Rasa adil ini sendiri merupakan landasan karakter natural manusia yang didasari oleh moral. Setiap individu akan menuntut untuk diperlakukan secara adil.

Sense of justice ini yang tidak terlihat dalam argumentasi Ma'ruf untuk memberikan perlakuan khusus atas santri. Jika penekanannya pada santri yang hanya bisa pulang dua kali dalam setahun, para perantau juga mengalami nasib serupa. 

Lantas menjadi pertanyaan tersendiri, mengapa Ma'ruf Amin memberikan perlakukan khusus kepada santri? Apakah ini dipengaruhi oleh latar belakang Ma'ruf?

Ma'ruf Amin merupakan tokoh Islam yang berpengaruh di Indonesia. Dia sempat menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ketua MUI. Pengaruhnya yang kuat pada komunitas Islam di Indonesia kemungkinan besar mempengaruhi kebijakan-kebijakannya saat mengemban posisi Wakil Presiden, seperti mengajukan pemberian fasilitas khusus kepada santri untuk melakukan mudik.

Dean Keith Simonton dalam tulisannya The Personal Characteristics of Political Leaders: Quantitative Multiple-Case Assessments menjelaskan pendekatan psikologis di mana adanya korelasi kuat antara gaya kepemimpinan seorang pemimpin dengan karakternya.

Simonton mengatakan bahwa karakteristik seseorang tidak terlepas dari kepemimpinan seseorang sehingga dapat mempengaruhi ideologi, pembuat keputusan dan performa kepemimpinannya. Hal ini dipengaruhi oleh karakter individu pemimpin itu sendiri yang dapat dilihat melalui biografi, pendidikan dan sebagainya.

Berangkat dari pernyataan Simonton, Ma'ruf Amin yang juga merupakan seorang santri  dan kedekatannya dengan para santri menjelaskan sikapnya dalam memperjuangkan kepentingan kelompok santri untuk mudik. 

Kekhususan sikap Ma'ruf Amin kepada para santri menjelaskan kedekatannya secara emosional kepada santri yang dipengaruhi oleh latar belakang Ma'ruf Amin.  Latar belakang Ma'ruf Amin yang kental dengan Islam sekiranya mempengaruhi karakter dan ideologinya. Ma'ruf tumbuh dewasa dalam tradisi NU dan bersekolah di Madrasah. Ayahnya sendiri memiliki Pondok Pesantren di Tangerang.

Setelah tamat sekolah Ma'ruf Amin menimba ilmu ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jawa Tengah pada tahun 1958. Ia lanjut memperdalam ilmunya dengan mengembara dari satu pesantren ke pesantren lainnya.  

Beranjak dewasa, kariernya di percaturan politik pun meningkat. Ia menjadi Wakil Ketua NUdan merangkap sebagai Ketua Umum NU Cabang Tanjung Priok. Ia juga sempat mendapatkan jabatan di PBNU sebagai Rais Aam Syuriah PBNU.  Hingga akhirnya ia bergabung dengan MUI tahun 1990 dan diangkat menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI dan Ketua Umum MUI. Ma'ruf Amin bahkan dianggap sebagai "wakil Islam" di Indonesia melihat pengaruhnya yang kuat dalam kehidupan masyarakat Muslim dan kebijakan pemerintahan.

Kedekatan Ma'ruf dengan santri juga terlihat ketika dirinya sering melakukan kunjungan ke pesantren dan memberikan motivasi ke santri untuk berkontribusi ke Indonesia. Beberapa kali dia juga memotivasi santri agar membawa Indonesia untuk memiliki presiden seorang santri, seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur).  Ma'ruf Amin juga memperoleh dukungan suara di Pilpres 2019 dari para santri dan ulama. Contohnya pada deklarasi dukungan oleh beberapa organisasi masyarakat ulama santri di Provinsi Banten.

Latar belakang Ma'ruf Amin yang merupakan tokoh Islam yang kuat sekiranya mempengaruhi kebijakannya yang cenderung mengurus hal-hal religius, terutama yang berhubungan dengan kepentingan komunitas Islam. Namun, apakah itu satu-satunya faktor yang membuat Ma'ruf terkesan fokus pada isu-isu agama? Peran yang Terbatas?

Terpilihnya Ma'ruf Amin menjadi wakil Joko Widodo (Jokowi) di detik-detik terakhir merupakan drama tersendiri pada Pemilu 2019 lalu. Saat itu, berbagai pihak menilai terpilihnya Ma'ruf untuk meredam sentimen anti-Islam yang mendera Jokowi. 

Akan tetapi, meskipun berperan dalam kemenangan Jokowi, banyak pihak justru melihat Ma'ruf tidak diberikan peran besar di pemerintahan. Norshahril Saat dalam tulisannya The implication of a Ma'ruf Amin vice-presidency in Indonesiamengatakan bahwa Ma'ruf Amin memilki posisi gerak yang terbatas karena sebagai Wakil Presiden, ia tidak bisa menunjukkan nilai konservatifnya.

Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Ma'ruf untuk menghilangkan citra sebagai tokoh Islam konservatif. Misalnya, ketika mengaku menyesal atas fatwa dalam kasus Ahok pada salah satu wawancara dengan media pada Januari 2019. Daniel Paterson dalam tulisannya What is Ma'ruf Amin doing? Juga menjelaskan bahwa Ma'ruf Amin memiliki kepemimpinan yang terbatas di bawah mandat Jokowi. Dalam menangani pandemi, Jokowi memberikan tugas kepada Ma'ruf Amin untuk mengatasi hal yang berhubungan dengan "kehidupan religius." Hal ini tentu masuk akal melihat latar belakang Ma'ruf sebagai tokoh Islam Indonesia.

Selain pandemi, kebijakan yang melibatkan Ma'ruf Amin memang mayoritas mengurus hal-hal religius, terutama kelompok Islam. Mungkin saja hal ini memang sudah dimandatkan oleh Jokowi. Ma'ruf Amin terlibat dalam hal terkait ekonomi syariah, deradikalisasi, dampak ekonomi terhadap santri dan mudik untuk santri. Hal-hal yang ia urus tidak berbeda jauh ketika ia menjabat di MUI, yakni mengurus kepentingan masyarakat Islam.

Pada akhirnya, mungkin dapat disimpulkan terdapat dua faktor di balik usulan dispensasi mudik untuk santri dari Ma'ruf. Pertama, ini terkait erat dengan latar belakangnya. Kedua, ini merupakan konsekuensi dari perannya yang terbatas di pemerintahan, dan hanya diberikan porsi mengurus persoalan keagamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun