Mohon tunggu...
muhamad faqih adzkia
muhamad faqih adzkia Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

nama saya muhamad faqih adzkia bisa di panggil faqih, saya anak ke 3 dari 4 bersaudara, terimkasih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PERAN PSIKOLOGI AGAMA DALAM PENGUATAN NILAI

30 Januari 2024   12:30 Diperbarui: 30 Januari 2024   19:01 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

            Psikologi Agama dapat memberikan konsepsi dan potensi konversi agama untuk pendidikan. Selain itu, psikologi agama dapat merekomendasikan praktik-praktik tertentu dari bahan ajar Islam untuk mengurangi dampak perpindahan agama. Materi antisipasi pendangkalan akidah juga perlu mempertimbangkan aspek psikologis agar dampak yang ditimbulkan terhadap orang yang melakukan konversi tidak terjadi secara tidak proporsional atau kebetulan. Pencegahan terjadinya konversi agama dapat dilakukan melalui penguatan kajian spiritual dan mistisisme.

c. Memahami makna kesehatan jiwa dan gangguan kejiwaan perspektif agama Islam.

            Kesehatan jiwa sering juga disebut dengan kesehatan mental. Dzakiyah Darajat menggunakan sebagai pandangan psikolog jiwa penyakit (neurosis/psikosis) untuk ciri orang yang memiliki kesehatan mental, yaitu Pertama. Kedua, mereka mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan; Ketiga, mampu menyelaraskan fungsi berbagai jiwa, mempunyai kemampuan mengakomodir preferensi pribadi, serta tahan terhadap konflik dan kesadaran batin; dan terakhir, mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan kesabaran guna mencapai keseimbangan eksistensial yang diperlukan bagi diri mereka sendiri (Sururin, 2004:142–143).

  •             Ciri-ciri tersebut di atas merupakan pengertian yang berkenaan dengan manusia secara khas. Manusia yang tidak mempunyai sifat abnormal tidak mempunyai gangguan jiwa; sebaliknya, mereka bersifat adaptif, mempunyai fungsi kejiwaan, dan mempunyai kemampuan memecahkan masalah secara stabil. Dalam Islam, hal ini dimiliki oleh mereka yang memiliki ikatan spiritual dengan agama dan Allah. William James menyatakan bahwa orang yang memiliki Komitmen terhadap keyakinan agama secara konsisten membuat anggotanya lebih sehat. Keadaan ini ditandai dengan optimisme, spontanitas, bahagia, penuh gairah, dan vitalitas. Sebaliknya, mereka kurang memiliki komitmen yang kuat terhadap keyakinan agama dan akan memandang agama sebagai sarana untuk mencapai kehidupan yang baik, dengan sedikit pengecualian yang melibatkan penyakit jiwa. Orang-orang yang tidak mengetahui doktrin-doktrin agama akan terkena dampak negatif dari meluasnya keraguan diri, kepahitan, dan kebencian. Menurut Dahwadin dan Farhan Sifa Nugraha (2019:7-8), agama memiliki peran pendidikan dimana remaja yang sedang tumbuh dan psikologi yang belum mapan dan matang perlu diperkuat bagi mereka kemampuan pengendalian diri dari nilai-nilai moral dan agama.
  •             Dalam Islam, pengertian, fungsi, dan jalannya kesehatan jiwa dijelaskan lebih detail. Manusia di muka bumi adalah untuk beribadah dalam pengertian yang luas, serta perintah dan tujuan Allah. Amalan yang dihadirkan di sini meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, meliputi i'tikad, pikiran, amal sosial, jasmani, rohani, akhlak, dan keindahan. Ibadah juga dipahami sebagai sarana yang digunakan manusia untuk mengaktualisasikan potensinya, antara lain potensi intelektual, fisik, sosial, kayaan, pendengaran, penglihatan, berpikir (Sururin, 2004: 143). Jika tujuan salat adalah mencapai keselarasan sumbu vertikal dan horizontal, serta kondisi lain yang juga menunjukkan kesehatan mental akidah Islam, maka jelas Islam kesulitan mendefinisikan mental dan jiwa yang sehat atau tidak. Dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental dalam Islam merupakan salah satu komponen ritual pertobatan Manusia mempunyai potensi yang tidak terbatas yang dapat dimanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan agama, yang disebut dengan nafs dan nafs muthmainnah.

  • d. Penguatan toleransi beragama.
  •             Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Psikologia Agama merupakan bidang studi objektif yang bertujuan untuk tidak memberikan atau mengurangi ajaran agama. Meskipun demikian, dalam kajian psikologi agama, empati diperlukan untuk mencapai tujuan dalam upaya memahami pengalaman agama. Robert, H. Thouless menyatakan bahwa meskipun pendidikan agama tidak selalu memberikan wawasan tentang keyakinan orang lain, namun memberikan dukungan terhadap toleransi terhadap berbagai macam agama. Dengan demikian, selain berfungsi sebagai indikator pasif keyakinan beragama, penelitian psikologi agama juga harus mampu mengevaluasi keyakinan beragama guna meningkatkan toleransi dan kepekaan (Robert, H. Thouless, 2000:03). Robert sedikit lebih tua dari H Thouless, yang berkata;

“Toleransi agama telah berkembang pesat sejak awal abad ini; perbedaan- perbedaan agama tidak lagi dianggap sebagai alasan untuk saling mencela melainkan ajakan untuk berusaha untuk saling memahami. Masing panjang jalan yang harus kita lalui. Memang saling pengertian terhadap perbedaan agama tidak hanya memerlukan iktikad yang baik tapi juga pengetahuan yang benar….. akan tiba suatu saat ketika penerapan metode-metode psikologik dalam pengkajian terhadap agama akan membantu tercapainya toleransi dan saling pengertian diantara manusia (Robert, H Thouless, 2000:03).

  •             Oleh karena itu, kajian psikologi Agama dapat menjadi alat yang berguna untuk mengembangkan empati dan toleransi terhadap orang lain. Pendidik & pengkaji Pendidikan Agama Islam harus mengikuti wacana pemerintah untuk memperkuat sikap moderat dalam umat beragama yang akhir-akhir ini semakin digencaran. Kurikulum, media, dan metode pengajaran Islam harus mempertimbangkan perkembangan psikologi terkini yang berkaitan dengan ajaran agama.

  • Kesimpulan 
  •             Pendidikan Agama Islam adalah upaya pembelajaran yang diberikan kepada peserta didil untuk melatih pemahaman, penghayatan dan keyakinan mereka terhadap agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis melalui proses bimbingan, pengajaran, latihan, praktik dan pengamalan. Pendidikan Agama Islam menjadi satu materi yang secara resmi diajarkan untuk membentuk jiwa religious, beretika dan berwawasan bagi peserta didik yang komponen dan tujuannya diatur dalam sistem perundang-undangan dan peraturan pemerintah. Dengan demikian kajian mengenai Pendidikan Agama Islam, terkait strategi, problem, wacana dan kontribusinya menjadi sangat perlu. Sedangkan Psikologi Agama adalah sebuah kajian yang mempelajari gejala jiwa keagamaan secara ilmiah dan objektif. Dalam hal ini, melalui studi komparasi peneliti ingin menemukan titik temu diantara Pendidikan Agama Islam dan Psikologi Agama mengingat aspek-aspek pemahaman kejiwaan peserta didik menjadi sesuatu yang belum secara optimal dikembangkan dalam upaya menyajikan materi Pendidikan Agama  Islam.

       Penulis melalui studi ini kemudian mengharapkan sebuah kontribusi bagi penguatan nilai-nilai pembelajaran dan pengembangan materi Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini kemudian menemukan beberapa kontribusi Psikologi Agama bagi penguatan nilai-nilai dan pemantapan materi Pendidikan Agama Islam khususnya di Indonesia. Beberapa diantara peran kontributif tersebut          diantaranya:    Pertama, memahami tahapan jiwa agama seorang peserta didik untuk penyesuaian sajian materi. Karena melalui pemahaman yang tepat terhadap perkembangan jiwa peserta didik, maka materi yang disajikan akan lebih sesuai dan efektif. Kedua adalah memahami dan mengantisipasi terjadinya pemurtadan, melalui kajian psikologi konversi agama. Selama ini, penanganan terhadap kasus pemurtadan menjadi lebih berorientasi teologis daripada kajian psikologi. Dalam studi Psikologi Agama, kajian konversi agama menjadi salah satu materi yang dikembangkan guna memahami fenomena jiwa keagamaan mereka yang berpindah agama. Pemahaman yang matang terhadap jiwa keagamaan akan menjadi instrumen yang bagus untuk menangani gejala pemurtadan dan pindah agama. Ketiga, memahami makna kesehatan jiwa dan gangguan kejiwaan perspektif agama. Hal ini menjadi penting untuk mengembangkan dan mengkomparasikan gejala gangguan mental perspektif psikologi konvensional dengan yang terdapat dalam referensi-referensi keagamaan Islam. pada umumnya, psikopatologi dalam Islam lebih kepada penyakit jiwa, hati dan ruh (nafs, qalb dan ruh). Perbedaan kacamata dalam melihat abnormalitas menarik untuk semakin dikembangkan. Misalnya abnormalitas barat berdasarkan kepada etika umum, sedangkan abnormalitas dalam Islam lebih kepada ketaatan dan ketakwaan, sejauh mana seseorang menyimpang dari dua kata kunci tersebut. Keempat adalah penguatan toleransi beragama. Seperti yang disebutkan oleh Robert, H Thouless bahwa Psikologi Agama dapat berkembang menjadi instrumen untuk menumbuhkembangkan semangat toleransi. Hal ini menjadi mungkin mengingat Psikologi Agama mengarahkan kepada pemahaman terhadap aneka model pengamalan dan pengalaman keagamaan sehingga membuka wawasan dan mengembangkan wacana toleransi.

 

 

 

  • DAFTAR PUSTAKA

Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam (Yogyakarta: Pajar Pustaka Baru, 2006)

Dahwadin, Farhan Sifa Nugraha, Motivasi dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(Wonosobo, Mangku Bumi Media, 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun