Mohon tunggu...
muhamad faqih adzkia
muhamad faqih adzkia Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

nama saya muhamad faqih adzkia bisa di panggil faqih, saya anak ke 3 dari 4 bersaudara, terimkasih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PERAN PSIKOLOGI AGAMA DALAM PENGUATAN NILAI

30 Januari 2024   12:30 Diperbarui: 30 Januari 2024   19:01 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kontribusi Psikologi Agama dalam penguatan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam.

            Pendidikan Islam memodernisasi prinsip-prinsip agama tidak hanya dalam ranah kognitif dan praktis tetapi juga dalam kondisi emosional dan mental siswa. Dari sinilah Psikologi Agama kemudian berkembang dan mempunyai peran yang berkontribusi. Pendidikan Agama Islam untuk semakin memperteguh dan menguatkan nilai-nilainya, bahkan Kajian Psikologi Agama yang berusaha memahami jiwa keagamaan pada manusia. Melalui kontribusi yang diperoleh dari Psikologi Agama, pendidikan Islam dapat menjadi lebih dinamis dan komprehensif di benak peserta didik. Lebih tepatnya, berikut beberapa kontribusi psikologi agama dalam rumusan ayat-ayat tersebut.

Memahami tahapan jiwa agama seorang peserta didik.

            Dalam pendidikan Islam perlu dipahami syarat-syarat umum yang berlaku bagi para pemeluk agama. Kurikulum juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap siswa. Sebagaimana diungkapkan Dzakiyah Darajat Meskipun dampak pendidikan agama terhadap anak hanya terbatas pada usia 0 hingga 12 tahun, namun potensinya sudah mulai berkembang sejak anak ditempatkan dalam wadah. Dengan cara ini, setiap orang dewasa seharusnya sudah menyadari pentingnya iman pada anak mereka dan menyesuaikan pertumbuhan pribadi mereka dengan hal tersebut. Oleh karena itu, melalui anggota keluarga dan masyarakat, anak mulai berbicara tentang Tuhannya. Sikap dan tindakan orang tua serta besarnya keluarga besar sangat mempengaruhi tumbuh kembang keyakinan agama pada anak (Bambang Syamsul Arifin, 2008:47).

            Rasa ketergantungan (sense of defence) dan jiwa keagamaan pada anak-anak seperti yang ditulis oleh Jalaluddin adalah dua hal dan instik keagamaan. Thomas menjelaskan pengertian ketergesaan melalui teori empat keinginan. Berdasarkan hal tersebut, ada empat keinginan yang timbul dari perasaan dikhianati: keinginan untuk dilindungi, keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru, keinginan untuk mendapatkan dukungan, dan keinginan untuk diakui. Berdasarkan pengalaman dan kerjasama beberapa keinginan tersebut, sejak anak dilahirkan, sudah terjadi keadaan ketergantungan. Belakangan, Ia menjelaskan perolehan yang diperoleh dari lingkungan dan membantu menguatkan keyakinan keagamaan dalam diri (Bambang Syamsul Arifin, 2008:49).

            Menurut Woodworth, keyakinan apa pun adalah sesuatu yang dimiliki seseorang sejak lahir. Alasan yang melatarbelakangi tindakan keagamaan yang tidak memuaskan pada bayi adalah karena adanya faktor psikis dan fisik yang menghalangi tindakan keagamaan tersebut berfungsi secara utuh. Misalnya, kecerdasan sosial bayi adalah potensinya untuk berkembang menjadi homo sosialis baru yang akan aktif setelah ia mampu berkomunikasi dan mengatasi defisit komunikasinya. Dengan demikian, perkembangan sosial dan keagamaan bayi akan mengikuti perkembangan fisiologis dan psikologisnya sehingga akan mendorong tumbuh kembangnya secara optimal (Bambang Syamsul Arifin, 2008:49). Dengan demikian, meskipun anak belum mampu mengungkapkan tanggapannya, namun stimulus-respon keagamaan tetap harus diberikan.

            Menurut Bambang Syamsul Arifin (2008), ada tiga tahap perkembangan keagamaan anak, yaitu tahap imajinatif (fase dongeng), tahap realistis (fase realistis), dan tahap individu (fase individual).

            Hal serupa juga terjadi pada fase kejiwaan pada generasi remaja dan dewasa. Setiap zaman mempunyai fase, kecenderungan, dan tantangan yang berbeda-beda. Dengan demikian, materi pendidikan Islam hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan psikologis siswa berdasarkan fase pertumbuhannya.

b. Mengantisipasi terjadinya pemurtadan, melalui kajian psikologi konversi agama.

Konversi agama adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu proses yang menimbulkan rasa sakit pada saat menjalankan suatu ritual tertentu, baik yang dilakukan secara tiba-tiba maupun secara bertahap-angsur (Robert H Thouless, 2000:189). Sebagai konversi agama, makasi luas mencakup suatu perubahan pada sikap, moral, dan intelektual seseorang terhadap agama yang dianutnya. Dalam pengertian yang lebih radikal, konversi agama dipahami sebagai proses perpindahan identitas individu dari satu agama atau keyakinan ke agama atau keyakinan lain yang berbeda. Dalam Islam, seseorang yang berpindah agama di luar Islam boleh memilih menjadi pemeluk agama Islam (apa pun temanya), yang disebut mualaf atau orang yang menolak Islam. Sebaliknya, orang yang masuk Islam disebut murtad.

            Kajian psikologi agama menitikberatkan pada fenomena perpindahan agama secara lebih obyektif dengan menganalisis tema, objek, dan sikap proses perpindahan agama tersebut orang bermoral yang terlibat dalam konversi. Dengan demikian, Kajian dapat berkontribusi dalam pendeteksian benda asing yang mengancam masyarakat. Untuk membantu sikap tegas didik dalam banyak hal, penambahan materi penguatan akidah dan syari'ah harus diberikan. Oleh karena itu, pendidikan tasawuf diperlukan untuk menanamkan aspek moral dan spiritual agama. Pemahaman konsep-konsep psikologi yang berkaitan dengan Islam dapat dijadikan landasan dalam pendidikan Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun