Mohon tunggu...
Faqih Ma arif
Faqih Ma arif Mohon Tunggu... Dosen - Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Beijing University of Aeronautics and Astronautics | 601B号房间 | 1号楼, 外国留学生宿舍 | 北京航空航天大学 | 北京市海淀区学院路 | 37學院路, 邮编 |100083 |

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Besik, Bedug, Ponggol: Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata

18 Mei 2020   19:25 Diperbarui: 19 Mei 2020   16:05 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sajian ponggol | dokpri

Seorang teman bertanya kepada saya, "berapa jumlah pulau yang ada di Negaramu"?, saya menjawab sekitar 16 ribuan pulau, mereka terkejut dengan jumlahnya yang sangat banyak. Berlanjut ke dialog berikutnya, "berapa jumlah bahasa negaramu?", saya menjawab lebih dari 650 an bahasa daerah ditambah satu bahasa Nasional Indonesia, mereka lebih terkejut mendapatkan jawaban kedua dari saya.

Apa makna dari sedikit ulasan dialog di atas menunjukkan bahwa Indonesia memiliki aneka ragam budaya dengan ribuan pulau, serta bervariasi bahasa yang mana satu sama lain saling menghargai. Belum tentu bahasa yang satu sesuai dengan daerah yang lain, terutama jika diterjemahkan kedalam Bahasa daerah masing-masing.

Oleh karenanya, dari sanalah setiap kita orang Indonesia belajar untuk menghargai dan menjunjung tinggi toleransi dalam hal apapun, karena memang diciptakan berbeda-beda.

Tidak terkecuali pada tradisi menjelang bulan ramadan atau idul fitri yang tentunya berbeda juga setiap daerah. Meskipun beberapa sudah hilang ditelan zaman, namun banyak budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini. Semoga ulasan singkat ini dapat bermanfaat terutama bagi pecinta kekhasan daerah yang selama ini hampir punah.

Besik
Sebagian besar masyarakat di lingkungan saya melakukan tradisi Nyadran. Nyadran berasal dari Bahasa sansekerta yang berarti sraddha (keyakinan). Nyadran di jawa adalah salah satu tradisi menyambut bulan ramadan yang berupa pembersihan makam leluhur (besik), tabur bunga dan ditutup dengan kenduri.

Sedangkan Besik adalah salah satu rangkaian tradisi yang dilakukan menjelang ramadan ataupun idul fitri, yaitu dengan cara membersihkan makam dari rerumputan, kotoran dan lain sebagainya. Besik bertujuan agar makam keluarga kita dapat dikenali oleh generasi penerus (anak dan cucu), sekaligus untuk mengenang kembali semasa hidup almarhum, dan tidak jarang dilanjutkan dengan rangkaian do'a.

"Siapa yang melakukan Besik?". Besik dilakukan oleh anggota keluarga baik besar, kecil, muda tua. Satu sama lain berbondong-bondong pergi ke pekuburan untuk membersihkan makam.

Tidak jarang, tradisi Besik juga dilakukan oleh orang yang tidak kita kenal, karena baginya membersihkan makam orang lain sama dengan ibadah untuk dirinya sendiri.

"Kapan waktunya?". Besik dapat dilakukan beberapa hari sebelum ramadan. Namun Besik akan lebih afdol jika dilaksanakan satu minggu atau tiga hari menjelang ramadan.  Besik selanjutnya akan dilaksanakan setelah pelaksanaan shalat idul fitri.

Di saat itu, suasana makam terlihat lebih padat dari sebelumnya. Meskipun sebenarnya tidak ada aturan khusus, karena di hari tertentu sepanjang tahun, besik juga selalu dilaksanakan secara mandiri.

"Sejak kapan Besik dilaksanakan?". Besik dilaksanakan sejak abad ke-15, yang mana Walisongo berdakwah dengan cara menyelami budaya masyarakat yang saat itu memeluk agama Hindu-Budha. Hingga kini, Besik menjadi sebuah tradisi yang tak lekang oleh zaman, hampir semua oran memadati kuburan pada hari yang telah dijadwalkan.

Ditengah pandemi covid-19 ini, Besik menjadi alternatif utama karena mengikuti protokoler pemerintah untuk senantiasa menjaga physical distancing, sebagai bagian upaya pengendalian coronavirus.

Pukul Bedug
Sejarah Bedug yang berasal dari India dan China ini bermula ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang. Bedug adalah sejenis musik instrumen yang telah digunakan lebih dari ribuan tahun silam.

Bedug terbuat dari kayu besar berasal dari pohon enau, pada bagian batangnya dilubangi sehingga akan membentuk sebuah tabung besar yang pada kedua ujungnya ditutup kulit binatang.

Kulit binatang ini berfungsi sebagai selaput gendang yang apabila ditabuh akan memnculkan bunyi yang khas, menjangkau sampai ke sudut desa.

Pada mulanya, Bedug digunakan sebagai penanda pelaksanaan waktu shalat tiba. Perkembangan berikutnya Bedug digunakan untuk ragam aktifitas masyarakat, hingga penanda bulan ramadan tiba.

"Kapan Bedug di pukul?". Tidak seperti biasanya, untuk menyambut bulan suci ramadan dan menjelang idul fitri tiba, Bedug dipukul setelah melaksanakan shalat ashar. Irama pukulannya pun berbeda dengan pengundang waktu shalat lima waktu.

"Berapa lama durasinya". Pemukulan bedug bisa berlangsung selama sepuluh menit dengan varian musiknya, penabuh bersama pengiring sekaligus menyanyikan lagu pembuka ramadan, karena malam harinya mereka sudah melaksanakan shalat tarawih.

"Bagaimana dengan saat ini?". Tradisi pukul bedug menjelang ramadan sudah tidak lagi semeriah dulu, bahkan cenderung ditinggalkan. Kecuali bagi yang peduli dengan masjid, mereka akan dengan sukarela melakukannya. Hanya sedikit anak muda yang peduli, karena mereka lebih sibuk dengan gadgetnya.

Namun, ketika menjelang idul fitri hampir semuanya menyemarakkan pukul bedug, banyak dari para pemuda standby di masjid, untuk merayakan malam takbiran idul fitri.

Tradisi Ponggol pisang
Tidak ketinggalan yang satu ini adalah hidangan menjelang ramadan tiba. Ponggol yang dibalut dengan daun pisang menjadi ciri khas datangnya bulan ramadan.

"Pongol" daun pisang adalah salah satu sajian yang berisi nasi, sambal goreng, urap, ikan asing, bisa ditambahkan mi goreng, semuanya berbahan dasar alam, dan lebih dominan sayur-sayuran.

Tradisi ini sudah puluhan tahun turun temurun dari nenek moyang, konsep yang diajarkan adalah berbagi kepada sesama.

Tidak peduli kaya miskin, semua akan mendapatkan "ponggol", bahkan dalam sehari kita bisa mendapatkan kiriman "ponggol" lebih dari tiga kali. Kehadiran ponggolpun selalu dinantikan karena rasanya yang sangat enak.

"Kapan ponggol dibuat?". Ponggol biasanya dibuat lima belas hari sampai dengan tiga hari sebelum ramadan tiba. Di desa setiap siang sampai sore harinya diramaikan dengan orang yang keliling memberikan "ponggol" ke setiap sudut rumah, dijamin tidak ada warga kelaparan pada periode ini.

"Siapa yang membuat?". Terkait dengan ini, siapa saja berusaha membuat ponggol, baik yang mampu ataupun tidak, mereka berusaha memberikan yang terbaik, meskipun keadaan ekonomi belumlah membaik.

Makna dari "ponggol" amatlah dalam, kita di ajarkan untuk saling berbagi, untuk mensucikan hati dan jiwa dalam rangka menyambut bulan suci ramadan. Masyarakat tidak pernah menghitung pahala yang akan didapatkan, yang mereka tahu hanyalah agar bermanfaat bagi orang lain.

Sepi ing pamrih, rame ing gawe
Hidup di pedesaan selain udaranya bersih, masyarakatnya menjunjung tinggi adab, juga satu sama lain saling mengenal, sehingga jika kita memiliki suatu acara tertentu, tetangga kita secara otomatis suka rela membantu tanpa pamrih.

Sepi ing pamrih, rame ing gawe berarti melakukan pekerjaan tanpa pamrih. Saat ini, sikap manusia selalu dinilai dengan materi, tiada uang abang melayang, tak ada uang abang ditendang.

Saya mau melakukan pekerjaan itu, asalkan ada amplopnya, hal seperti inilah yang sebenarnya merusak tatanan kehidupan sosial masyarakat kita.

Kembali dalam tradisi menjelang lebaran, pembuatan ponggol di desa yang jumlahnya ratusan itu, selama ini tidak pernah menyewa orang untuk membuatnya.

Tetangga satu sama lain saling membantu jika ada "gawe", mereka melakukannya dengan ikhlas tanpa pamrih. Suatu sikap yang perlu kita apresiasi ditengah ragam budaya masyarakat kita yang mengarah kepada materialistis.

Besik dan pukul bedug juga dilakukan secara sukarela jika memang tidak ada personel yang mengerjakannya. Masyarakat bersemangat dalam menyambut bulan ramadan, karena mereka meyakini bahwasanya bulan tersebut penuh berkah rahmat dan ampunan.

Bagaimana dengan Beijing?
Tradisi muslim di Beijing awal mula berkembang pada khalifah Ustman Bin Affan hingga Islam menjadi agama terbesar kedua kala itu. Menjelang ramadan, lingkungan masyarakat muslim setempat juga mengadakan hal serupa seperti di Indonesia.

Pada hari raya idul fitri, Muslim Beijing berkunjung ke makam saudara, membersihkan serta mendo'akannya. Seusai melaksanakan bersih-bersih makam, mereka menggelar acara makan bersama keluarga di area yang cukup luas.

Uniknya, mereka juga membakar Hio seperti tradisi masyarakat Tionghoa di Indonesia. Kebiasaan ini juga dilakukan ketika melakukan prosesi jenazah yang meninggal. Mereka membakar Hio keliling ke jenazah yang berada di dalam keranda.

Desa mawa cara, negara mawa tata berarti bahwa masing-masing daerah, bahkan lintas negara memiliki adat istiadat yang dijunjung tinggi dan pastinya berbeda-beda. Tradisi jelang ramadan dan idul fitri yang beraneka rupa ini, semoga menambah wawasan kita, betapa bahagianya menjadi bagian dari Indonesia.

Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun