"Pongol" daun pisang adalah salah satu sajian yang berisi nasi, sambal goreng, urap, ikan asing, bisa ditambahkan mi goreng, semuanya berbahan dasar alam, dan lebih dominan sayur-sayuran.
Tradisi ini sudah puluhan tahun turun temurun dari nenek moyang, konsep yang diajarkan adalah berbagi kepada sesama.
Tidak peduli kaya miskin, semua akan mendapatkan "ponggol", bahkan dalam sehari kita bisa mendapatkan kiriman "ponggol" lebih dari tiga kali. Kehadiran ponggolpun selalu dinantikan karena rasanya yang sangat enak.
"Kapan ponggol dibuat?". Ponggol biasanya dibuat lima belas hari sampai dengan tiga hari sebelum ramadan tiba. Di desa setiap siang sampai sore harinya diramaikan dengan orang yang keliling memberikan "ponggol" ke setiap sudut rumah, dijamin tidak ada warga kelaparan pada periode ini.
"Siapa yang membuat?". Terkait dengan ini, siapa saja berusaha membuat ponggol, baik yang mampu ataupun tidak, mereka berusaha memberikan yang terbaik, meskipun keadaan ekonomi belumlah membaik.
Makna dari "ponggol" amatlah dalam, kita di ajarkan untuk saling berbagi, untuk mensucikan hati dan jiwa dalam rangka menyambut bulan suci ramadan. Masyarakat tidak pernah menghitung pahala yang akan didapatkan, yang mereka tahu hanyalah agar bermanfaat bagi orang lain.
Sepi ing pamrih, rame ing gawe
Hidup di pedesaan selain udaranya bersih, masyarakatnya menjunjung tinggi adab, juga satu sama lain saling mengenal, sehingga jika kita memiliki suatu acara tertentu, tetangga kita secara otomatis suka rela membantu tanpa pamrih.
Sepi ing pamrih, rame ing gawe berarti melakukan pekerjaan tanpa pamrih. Saat ini, sikap manusia selalu dinilai dengan materi, tiada uang abang melayang, tak ada uang abang ditendang.
Saya mau melakukan pekerjaan itu, asalkan ada amplopnya, hal seperti inilah yang sebenarnya merusak tatanan kehidupan sosial masyarakat kita.
Kembali dalam tradisi menjelang lebaran, pembuatan ponggol di desa yang jumlahnya ratusan itu, selama ini tidak pernah menyewa orang untuk membuatnya.
Tetangga satu sama lain saling membantu jika ada "gawe", mereka melakukannya dengan ikhlas tanpa pamrih. Suatu sikap yang perlu kita apresiasi ditengah ragam budaya masyarakat kita yang mengarah kepada materialistis.