Nominal inipun apabila di hitung akan menandingi perputaran ekonomi di hari idul fitri 2019 yang jumlahnya diprediksi mencapai Rp217 triliun.
Sementara bayangkan apabila kita menggunakan kantong plastik, memang harga relatif murah dan simpel, tinggal membelinya di warung terdekat, akan tetapi sungguh tidak seimbang apabila dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungannya.
Kampanye besek kurang optimal
Setali tiga uang, meskipun penggunaan besek memiliki banyak kelebihan, akan tetapi belum semuanya memanfaatkan wadah berbasis kesehatan masyarakat ini.
Beberapa instansi pemerintah seperti Kementerian Agama, Gubernur DKI, Gubernur Jateng, Gubernur Jawa Barat sangat gencar mempromosikan material ramah lingkungan ini, baik melalui media sosial atau elektronik.
Akan tetapi, bagaimana dengan daerah lainnya?. Sebagai catatan, daerah yang saya tempati-PUN masih menggunakan plastik sebagai bahan pembungkusnya. Ironis memang, tapi nyata! Itulah kenapa kampanye penggunaan besek harus digalakkan lebih merata di semua daerah di Indonesia tahun mendatang.
Tidak usah berpikir lagi bagaimana dengan kondisi kesehatan saya saat ini, karena hewan kurban yang saya terima sejak beberapa tahun sebelumnya yang selalu menggunakan kantong plastik?
Mengingat daging kurban yang kita terima akan berdampak bagi kondisi tubuh kita. Solusinya adalah dengan cara mensosialisasikannya tentang pentingnya hidup sehat yang dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi.
Jangan lagi ada kantong plastik ditahun mendatang, kecuali kantong plastik yang berbahan dasar alami, seperti disebutkan oleh salah satu panitia masjid di Indonesia terbuat dari singkong.
Pada muaranya kembali ke yang tradisional juga
Ungkapan tersebut di atas sangatlah tepat. Zaman dahulu, pemanfaatan material bambu hanya terbatas pada pembuatan rumah (untuk dinding, reng, usuk, dll).
Akan tetapi, masyarakat masih memandang bahwa penggunaan material bambu sebagai rumah masih tergolong kelas masyarakat ekonomi rendah dan kumuh.
Begitu juga dengan besek, masyarakat di pedesaan sebenarnya sudah familiar berpuluh-puluh tahun lamanya, akan tetapi sekali lagi, penggunaan material alam ini masih dianggap sebagai kelas bawah dan pinggiran.