Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Mengatakan Yang Tak Terkatakan - Tanpa Kata-kata

2 Oktober 2015   19:32 Diperbarui: 2 Oktober 2015   20:21 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Hah ?!"

Si perempuan beringsut sedikit dari duduknya. Menjauh dari meja bundar tempat mereka berdua baru saja menyelesaikan makan malam. Lampu hias warna warni berdaya kecil yang digantung di pepohonan sekitar kafe  dan lilin yang cahayanya terus berayun dimainkan angin tak cukup jelas menampakkan ekspresi si lelaki. "Kamu akan mati jika aku mengatakan apa ?"

"Jika kamu mengatakan kata-kata kutukan itu."

Si perempuan coba mencerna kata-kata yang baru didengarnya. "Kata-kata kutukan apa ?"

Lelaki itu diam sesaat.

"Itu yang terjadi jika aku atau kamu mengatakannya. Itu menjadikannya seperti kata-kata kutukan."

"Siapa yang membuat aturan seperti itu?"

"Aku sendiri. Itu suatu kekeliruan. Tapi, saat itu aku merasa sumpah seperti itulah yang harus kuikuti untuk menebus kepecundanganku. Aku telah bersumpah di masa lalu tak akan mengucapkan kata-kata itu kepada yang lain. Juga tak akan menerima kata-kata itu dari yang lain"

"Selain kepadanya ? Selain darinya?" perempuan itu menyapukan pandangannya ke kejauhan. Kerlap-kerlip cahaya dari bangunan yang berserakan di hamparan kota di bawah langit malam terlihat bagai guratan-guratan yang gelisah di atas kanvas bisu.

"Ya. Kamu tahu tentang dia."

Lelaki itu lalu diam, merasa dadanya sesak mengingat kegagalannya untuk membuktikan kesungguhannya tentang kata-kata yang pernah dia ucapkan. Kata-kata itu akhirnya cuma jadi ungkapan kosong yang  tak berdaya melawan sekat-sekat sosial yang membatasi pengejawantahannya. Kata-kata itu kehilangan makna; bersama itu hilang pula sebagian alasannya untuk  hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun