Pandangan Adinda terus menunduk, tak berani menatap seseorang yang sudah menyelamatkan dirinya itu. Hingga sebuah seragam terulur dihadapannya, barulah ia mendongak. Menatap iris hitam legam siswi dengan rambut yang diikat kuda itu.
"Pakai ini."
Hanya hening yang terjadi. Bahkan kulit Adinda hanya terkatup rapat dan tak mengeluarkan suara sedikitpun.
Yang ada dipikiran Adinda hanya satu hal, 'Gadis yang terkenal dengan sifat dingin dan acuh, barusan menolong dirinya?'
"Oh iya, gue lupa. Adera." Senyuman kecil diwajah seseorang dihadapan Adinda itu semakin membuat Adinda terhenyak.
Tangan yang tadi sempat menopang bahunya itu, mengulurkan tangan Adira dengan paksa sehingga seragam yang tadi ia pegang, berganti ke tangan Adinda.
"Gak--" sanggahan Adinda yang belum selesai, dengan cepat dipotong seseorang dihadapannya itu.
"Gak usah sungkan. Anggap aja itu tanda pertemanan kita." Senyuman kecil itu terlihat lagi, bahkan mungkin terlihat lebih lebar.
***
"Kamu inget itu Ra?" Suara serak Adinda membuat hati teriris bila mendengarnya.
"Kala itu, aku nggak tau harus berterimakasih seperti apa. Kamu Ra. Kamu teman pertama yang aku punya." Cairan bening yang berada di pelupuk mata Adinda itu, lagi dan lagi merembes keluar membasahi pipinya yang semakin tirus itu.