Mengambil pedoman dari Surat Edaran Dirjen Perancangan dan Persyaratan Teknis Jembatan Rangka Baja Tahun 2007, disitu disebutkan dua kategori jembatan yaitu:
a. Jembatan Kelas A, lebar 7 meter ditambah 1 meter untuk trotoar (kanan dan kiri), dan b. Jembatan Kelas B, lebar 6 meter ditambah 0,5 meter untuk trotoar (kanan dan kiri).
Dengan panjang kedua kelas jembatan tersebut antara 40 hingga 60 meter.
Mengambil contoh jembatan kelas B dengan spesifikasi lebar 6,5 meter dengan panjang 40 meter, dengan perhitungan Beban Terbagi Rata (BTR) dalam arah memanjang maka digunakan rumus dari surat edaran tersebut sebagai berikut:
q = 8,0 (0,5 + 15/L) k Nm² dimana q adalah intensitas Beban Terbagi Rata, dan L adalah luas jembatan. Dari sini bisa didapat hasil:
a. Untuk BTR jembatan:
q = 8,0 (0,5 + 15) : (6,5 x 40) = 4,46 k Nm²
b. Untuk BTR tank (dengan rumus berat dikali gaya gravitasi dibagi luas jembatan):
q = (62 x 10) : (6,5 x 40) = 2,38 k Nm²
Dari perhitungan dalam presentasi diatas, jelas terlihat bahwa BTR sebuah MBT masih berada dibawah BTR jembatan kelas B sehingga masih sangat mungkin untuk melintasi jembatan tersebut.
"Tapi kan tidak semua jembatan-jembatan di Indonesia sesuai standar kelas-kelas itu?" - Mungkin akan timbul argumen-argumen lain seperti ini yang bisa dijawab dengan: