Malam sunyi senyap. Kulangkahkan kakiku perlahan ke halaman rumah. Tak kujumpai siapa pun disana, padahal beberapa saat lalu sayup-sayup kudengar seseorang memanggil namaku. Namun kini, hening, gelap pekat, tak ada siapa pun, hanya suara lolongan serigala di kejauhan
Telah hampir sepekan aku menempati rumah warisan dari kakekku, Robert Van Lenderg. Meneer kaya-raya  berdarah Belanda di desa Kemuning. Bukan aku yang menjuluki kakekku  kaya-raya, tapi oenduduk desa ini. Dan memang rumah peninggalan kakek yang diwariskan kepadaku sebagai cucu satu satunya tidak main-main. Megah dan besar, hanya saja, kuno!
Sebetulnya aku kurang menyukai rumah tua warisan kakek. Sebab selain berarsitektur kuno, rumah ini kabarnya angker. Apalagi selain telah lelah sibuk mengurusi perusahaan kakek di kota, aku juga tak ingin lagi disibukkan dengan urusan mistik dan menggidikkan bulu kuduk.
Tetapi Opa Robert, demikian aku memanggil kakekku, tetap menunjukku sebagai pewaris satu-satunya dari rumah itu. Sementara ayahku sebgai anak tunggal opa, mewarisi sekaligus mengelola perusahaan di kota.Â
Entah apa maksud opa, yang menurutku sangat tidak adil. Sebab sebagai anak muda, tentu saja aku lebih suka hiruk-pikuk kota dengan gemerlapnya. Namun opa tetap opa .Wasiatnya tidak akan bisa ditentang oleh siapa pun.Â
Hingga akhirnya, dengan berat hati kukemasi barang-barangku meninggalkan kota, beranjak ke desa. Namun satu hal yang masih membangkitkan semangatku adalah kepemilikan sahamku di perusahaan opa, yang kini ditambah tiga puluh persen. Itu berarti, selain  bisa menikmati udara desa dan rumah opa sambil ongkang-ongkang kaki, aku juga akan tetap dapat memperoleh sejumlah uang pemasukan tiap bulan.
*****
Aku tidak tinggal sendiri di rumah opa. Ada lima pembantu yang turut diwariskan  Opa Robert, membuatku tak perlu lelah mengurusi rumah itu sendiri.
Pembantu pertama bernama Bik Imah. Perempuan paruh baya yang siap mengolah beragam makanan lezat untukku. Apalagi ia sangat istimewa. Selain mampu memasak beragam masakan Western food, ia juga ahli meramu Chinese food
.
Pembantu kedua, Pak Rukijo. Seorang tukang kebun renta namun sangat mahir mengelola taman bunga. Sehingga tak heran bila halaman rumah opa bak taman surgawi, penuh semerbak wangi bunga, terutama mawar. Tak heran, Pak Rukijo menjadi pembantu kesayangan opa.Â