Anak-anak seperti ini kehausan perhatian , sehingga berusaha mencari perhatian dengan cara yang diusahakannya sendiri. Apabila cara yang ditempuh positif, tentu tidak menjadi masalah. Namun bila sebaliknya, maka akan mengarah pada kekerasan fisik ataupun perundungan verbal.
Demikian juga tentang kejadian seorang siswa yang melakukan kekerasan terhadap guru beberapa waktu lalu. Ada kekosongan batin yang dialaminya. Selain lelah memenuhu kebutuhan hidupnya dengan bekerja, orangtua tak perhatian.Â
Ia memerlukan perhatian dan kasih sayang dari guru sebagai pengganti orangtua. Namun tak didapatkannya, justru ia dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Memang tidak salah dengan yang dilakukan guru, tetapi karena cara yang ditempuh kurang menyentuh hati nurani siswa, maka yang terjadi justru menimbulkan dendam, yang membuahkan perilaku kekerasan.
- Pencarian jati diri
Anak-anak pelaku kekerasan biasanya sering melihat, mendengar, dan merasakan peristiwa kekerasan dibanding kehidupan damai di sekitarnya. Contoh yang ia dapatkan, baik secara langsung atau pun tidak langsung. Misalnya ia pernah melihat orangtuanya  melakukan tindak kekerasan, hal tersebut akan tertanam dalam memori otaknya. Orangtua sebagai sosok pertama di dunia yang ia kenal, terkadang menguatkan keinginannya untuk meniru, sehingga terjadilah program copy paste
- Pengaruh lingkungan
Secara tidak langsung lingkungan berpengaruh penting pada tumbuh kembang anak. Ketika seorang anak melakukan kekerasan, maka perlu ditelusuri secara mendalam latar belakang keluarga, perilaku tetangga, serta lingkungan dimana sang anak tinggal.
- Pengaruh tontonan
Meski pun lingkungan tempat anak dibesarkan berada dalam kondisi kondusif dan damai. Namun apabila yang menjadi makanan si anak sehari-hari adalah tontonan kekerasan di layar gawai. Maka lama-kelamaan hal tersebut akan tertanam dalam memori otaknya dan menjadi kebiasaan. Sehingga jangan terkejut bila suatu saat ia menganggap kekerasan bukan lagi menjadi hal yang tabu dilakukan.
- Pengaruh pergaulan
Bisa jadi si anak berada dalam lngkungan kondusif, tak memiliki gawai serta tergolong keluarga tidak mampu, tapi kemudian ternyata menjadi pelaku kekerasan. Maka yang perlu ditelusuri adalah teman-teman akrab yang ia percaya sebagai tempatnya bergaul.
Anak-anak dengan usia rentan sibuk mencari identitas diri. Mereka akan mencari contoh sosok yang ingin dikamuflase, karena sosok teman sangat dipercayai, tentu saja akan meniru kelakuan temannya meski pun melanggara norma-norma, sebab ia merasa hal yang dilakukan sangat menyenangkan karena penuh tantangan.
And so, bagaimana cara terbaik memperlakukan dan mengatasi anak-anak yang suka melakukan kekerasan? Tunggu di tulisan saya berikutnya. See ya!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H