Ingat satu hal yang harus dipahami sekolah,terutama guru. Bahwa para siswa, apalagi yang telah memasuki sekolah menengah. Mereka memiliki jiiwa remaja peralihan, belum stabil emosinya, sehingga jiwa pemberontaknya lebih dominan. Itulah yang menjadi penyebab, mengapa makin dipaksakan sebuah peraturan, maka semakin banyak juga yang menentang, sebab jiwa mereka masih labil.Â
Sekolah yang diwakili oleh pendidik dan tenaga kependidikan sebagai sosok-sosok manusia dewasa yang sudah stabil, sudah selayaknya dapat berlaku telaten dan sabar menghadapi jiwa remaja yang labil dan pemberontak.
Sekolah tidak bisa juga terlalu lembek dalam mengatasi siswa. Apalagi bila siswa telah salah arah mengarah pada kenakalan remaja, tentu saja sekolah harus siap mewakili sosok orangtua dalam menghadapi siswa-siswanya.
Hal ini tidak akan terjadi bila para pendidik di sekolah mengalami masalah psikologis, seperti tekanan dari atasan, masalah administratif menumpuk dan diatasi sendiri. Demikian juga siswa juga tidak mengalami problema di rumah.Â
Kepribadian pendidik yang positif, ditunjang keadaan siswa tanpa beban masalah dari rumah, akan melahirkan kondisi yang stabil di sekolah. Sebab guru yang bahagia akan menciptakan siswa yang bahagia pula. Sedangkan guru dengan beban masalah, juga akan mengakibatkan siswa menjadi korban dari permasalahan.
Sekolah terlalu otoriter
Sudah selayaknya sekolah menjadi rumah kedua bagi siswa. Para guru sebagai sosok pengganti orangtua di rumah. Dengan demikian, maka permasalahan siswa broken home akan tertolong dengan mudah.
Bisa kita bayangkan, ketika seorang siswa berangkat dari rumah dengan seabrek permasalahan, misal orangtua yang bercerai, berkelahi, berurusan dengan polisi, dan sebagainya. Kemudian sesampai di sekoah ia menjumpai situasi yang tidak ramah, otoriter, maka yang akan timbul hanya rasa frustasi dan putus asa.Â
Akibatnya, siswa akan mencari pelarian ke dunia selain rumah dan sekolah. Mungkin ke warnet, jalan raya, menjual diri melalui layanan online, dan tempat-tempat negatif lainnya.. Sehingga tak heran bila kemudian perilaku siswa tak karuan, tawuran, ikut gank motor, dan sebagainya.Â
Â
Orangtua terlalu memanjakan anak