Memang selama sekian waktu, sepertinya kolaisi perubahan menginginkan cawapresnya berasal dari NU, seperti saat berhembus nama Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, atau pun Yenni Wahid. Namun publik sama sekali tak menduga justru pilihan itu jatuh pada Cak Imin, yang notabene dianggap bermasalah.
Demokrat hengkang
Suatu hal yang tak dapat diduga sama sekali, sebab rekaan publik bahwa suatu waktu ketika tiba saat diumumkan , pastinya cawapres adalah tidak akan jauh-jauh dari kelompok koalisi perubahan. Tapi tak diduga dan tak dinyana, justru berasal dari luar koalisi dan dianggap bermasalah.
Selama ini publik menduga, bahwa AHY lah yang paling cocok mendampingi Anies. dan hal itu pun dibuktikan dengan surat tulisan tangan Anies sendiri yang beredar di pemberitaan beberapa waktu berselang. Menuliskan bahwa putra SBY tersebut sebagai calon wakilnya kelak. Namun ketika secara tiba-tiba hal tersebut berubah secara mendadak, tentu saja wajar bila kemudian Demokrat menjadi kecewa dan tersakiti, sebab merasa dikhianati.
Publik menangkap pilihan cawapres yang berbeda seratus delapan puluh derajat sebagai genderang kemenangan Sang Intrikers Politik dalam upayanya membuat koalisi perubahan terpecah belah dan amburadul. Seteleah upaya sebelumnya tak membuahkan hasil karena kecerdasan politik masyarakat yang mampu memahami hal tersebut. Kini ditempuh upaya baru dengan cara lebih ampuh, yakni langsung membidik nahkoda utamanya yakni Anies.
Ketika popularitas Anies menurun karena kepercayaan publik merosot sebab pilihannya yang dinilaiti kurang tepat, maka Sang Intrikers memprediksi di saat itulah karir politik Anies akan tamat. Bila itu terjadi, maka bacapres akan berkurang, sebab Anies yang dinilai sebagai "saingan berat" telah terbunuh karakternya secara perlahan.
Enah apa yang berada dalam pemikiran Surya Paloh, hingga kemudian diamini oleh Anies Baswedan, hingga kemudian memilih Muhaimin Iskandar sebagai bacawapres. Yang sudah jelas berasal dari luar koalisi langsung mendapat kursi empuk kehormatan besar, dengan mengorbankan kawan satu koalisi, yakni Demokrat.
Di sisi lain tampaknya sang intrikers politik seperti memiliki dendam kesumat terhadap partai besutan SBY, sehingga tidak mnginginkan partai ini berkiprah dialam politik, apalagi sampai menduduki jabatan nomor dua negeri ini.
Masih melekat dalam ingatan kita, bagaimana banyaknya upaya-upaya untuk membuat partai Demokrat terpecah-belah. Dan anehnya upaya tersebut seperti dianggap biasa dan tak dihentikan, sebuah pembiaran yang membuat publik kian memahami betapa kotornya sebuah campur tangan politk.
Mungkinkah hal tersebut yang juga menimpa sebuah partai hingga terpecah menjadi dua kubu saat masa pemerintahan SBY. Sehingga hal itu dikloning oleh Intrikers politik terhadap partai milik SBY di saat sekarang sebagai upaya pembalasan dendam di masa lalu?
Bayang-bayang pembunuhan karakter Anies