Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru, Ini Ciri-ciri Siswa Korban Perceraian dan Cara Mengatasinya

24 Mei 2023   11:00 Diperbarui: 27 Mei 2023   21:01 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak korban perceraian membawa beban luka di hatinya secara mendalam apalagi bila ia dibesarkan dalam pola asuh yang serba mengutamakan perasaan daripada pikiran

Dalam dunia pendidikan, seorang guru dituntut memiliki kepekaan terhadap siswa-siswanya. Hal ini menunjukkan bahwa profesi guru memang bukan pekerjaan mudah, jika ingin dikategorikan sebagai pendidik profesional.

Banyak orang membayangkan bahwa menjadi guru adalah pekerjaan mudah, hanya sekedar modal cuap-cuap dan berani bicara di depan kelas. Memang hal tersebut ada benarnya bila hanya menjadi guru yang biasa-biasa saja. Akan jauh berbeda bila berkaitan dengan guru profesional, sebab harus memiliki nilai plus, yang tentu saja tidak hanya sekedar memiliki keberanian menghadapi siswa.

Kecerdasan yang harus dikuasai dalam menangani siswa korban perceraian

Banyak hal yang dituntut dari seorang guru profesional, diantaranya adalah:

Cerdas IQ

Sangat mustahil bila seorang guru adalah seorang yang bodoh dan tidak memiliki kecerdasan. Sebab bila hal ini yang terjadi, maka sudah tentu guru tidak bisa membagikan ilmu kepada siswa-siswanya.

Tetapi kecerdasan IQ bukan hanya sekedar mentransfer ilmu kepada siswa, namun juga meliputi kecerdikan bagaimana cara memberi ilmu dengan cara yang tepat hingga berhasilguna.

Cerdas IE

Ketika guru memiliki kecerdasan emosi, maka sudah pasti siswa akan merasa terayomi, merasa tenang. Sebab dalam proses belajar mengajar, bukan hanya kecerdasan otak siswa yang dituntut. 

Kita tidak bisa kita membayangkan ketika siswa meski secerdas apa pun, namun ketika tidak ada perhatian saat ia mengalami gangguan emosi, maka ia akan mengalami error dalam proses pembelajaran. 

Cerdas Spiritual

Ketika guru menguasai kecerdasan spiritual, keyakinan yang kuat tentang Sang Maha Melihat, maka ia akan hati-hati dan tidak ceroboh dalam segala tindak-tanduknya. 

Sering kita dengar berita tentang pelecehan guru terhadap siswanya. Tentu saja kita tidak akan langsung mengartikan bahwa semua guru berperilaku seperti itu, sebab hal tersebut merupakan perbuatan oknum, yang tentu saja tidak semua oknum guru memiliki kecerdasan spiritual.

Kecerdasan spiritual merupakan sebuah kecerdasan mendalam yang tidak bisa hanya sekedar kata kata. Karena boleh jadi seseorang memilliki pengetahuan agama yang cukup, namun ternyata masih melakukan pelecehan. Hal ini terjadi karena ia tidak memilki kecerdasan mendalam tentang spiritual.

Selain tiga kecerdasan di atas, masih banyak lagi jenis-jenis kecerdasan lainnya yang sudah selayaknya harus dikuasai seorang guru, bila ingin dikategorikan sebagai seorang pendidik profesional.

Ciri-ciri siswa korban perceraian

Karena pembahasan kita kali ini adalah tentang ciri-ciri siswa terdampak perceraian beserta cara mengatasinya. Maka tentu saja kecerdasan yang harus dikuasai dalam menangani permasalahan tersebut adalah kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual.

Pendalaman dua kecerdasan ini bila dipadukan dengan serasi, maka akan melahirkan siswa-siswa dengan kestabilan emosi serta tidak mengalami kesulitan konsentrasi saat mencerna pelajaran.

Lalu ciri-ciri apa saja yang dapat diketahui dari siswa-siswa korban perceraian? Sebetulnya sangatlah banyak dan beragam, namun ciri-ciri di bawah ini adalah yang paling urgent saja, yaitu: 

Gelisah

Siswa yang menjadi korban perceraian biasanya kurang memiliki ketenangan. Kepribadiannya gelisah sebab ia merasa menjadi sebuah korban keadaan. Kejiwaannya labil sehingga tidak tenang dalam menyikapi keadaan di sekitarnya. 

Orangtua yang memilih perceraian dalam hidupnya biasanya memang dipenuhi oleh ego pribadi sehingga kurang memikirkan kepentingan anak di balik alasan apa pun yang dikemukakannya.

Biasanya alasan yang dipilih orangtua sehingga memilih berpisah dengan pasangan, adalah agar anak tidak stres karena terus menerus melihat drama pertengkaran dalam keluarga. Namun di balik alasan apa pun, sebuah dampak perceraian, anak tetap saja menjadi korban.

Guru harus jeli melihat perubahan perilaku siswa. Terutama pada saat memberikan materi pelajaran, ketika siswa tidak bisa berkonsentrasi dengan mudah, gelisah, sedih, menangis, bengong, atau bahkan tiba-tiba memiliki jiwa memberontak. 

Siswa yang selalu membantah dan melakukan perlawanan saat dinasehati guru, merupakan sinyal bahwa guru harus mendalami latarbelakang kondisi psikologis dan peristiwa yang terjadi.

Mengamuk tanpa sebab

Anak-anak korban perceraian biasanya memposisikan dirinya sebagai korban, terkalahkan, sehingga mau tidak mau harus menerima keadaan, sepahit apa pun.

Ketika anak dipaksa menerima pil pahit, mungkin pada awalnya ia mampu diam dan menerima, namun ketika telah sampai pada titik nadir, maka ia akan sulit mengendalikan emosinya. Sehingga saat di sekolah ia dapat mengamuk tanpa sebab.

Mengamuk yang dilakukan bisa terhadap teman-temannya, gurunya, atau pun warga sekolah lainnya. Cara mengamuk bisa ditunjukkan dengan perkelahian, main pukul, membawa senjata tajam, bahkan senjata api ke sekolah. Sebab ia merasa hanya dengan cara itulah ia mampu meredam kegelisahannya.

Diam seribu basa

Pendiam yang dimaksudkan disini bukan ditujukan pada siswa yang memiliki sifat pendiam, namun hanya berfokus pada siswa korban perceraian dengan sifat yang berubah. Mungkin awalnya ia adalah murid dengan kepribadian ceria, namun tiba tiba berubah menjadi pendiam. Atau sebelumnya pendiam, namun berubah lebih parah dengan diam seribu basa.

Ketika guru menayakan permasalahan yang dihadapi, ia memilih mengunci rapat-rapat mulutnya, tidak bersedia menjawab sepatah kata pun. Tentu saja guru akan kebingungan menghadapinya.

Menangis tiba-tiba

Anak-anak korban perceraian membawa beban luka di hatinya secara mendalam. Apalagi bila ia dibesarkan dalam pola asuh yang serba mengutamakan perasaan daripada pikiran. 

Akibatnya, beban itu ia bawa ke sekolah. Mungkin ia memang memperhatikan saat sesi pembelajaran, namun perhatiannya tidak penuh, ada jeda disaat kemudian ia teringat dengan beban psikologis perpisahan kedua orangtuanya, sehingga kemudian  menangis tiba-tiba.

Mudah pingsan atau kesurupan

Mungkin tidak masuk akal bila membicarakan kesurupan. Tanpa harus berbicara tentang yang irasionil, namun sebetulnya kondisi kesurupan bukanlah peristiwa kemasukan jin, tuyul atau pun makhluk kasat mata lainnya. Namun berupa kondisi blank dalam memori otaknya sehingga mempengaruhi alam bawah sadarnya.

Ketika mengalami kondisi kesurupan, biasanya seseorang akan mengamuk, bengong, atau bicara meracau semaunya. Padahal kondisi ini semua bersumber dari bawah memori alam bawah sadarnya. 

Kegelisahan dan tekanan kondisi perceraian yang dihadapi akan berpengaruh terhadap alam bawah sadar. Saat hal tersebut meluber karena kepenuhan beban, maka akan membuat si korban bertindak di luar kesadaran.

Ketika ia kurang dapat mengontrol kesadarannya, maka yang terjadi adalah pingsan, atau kesurupan atau bisa disebut sebagai kondisi ketidakmampuan mnguasai diri mealui kesadaran alam bawah sadar.

Sebetulnya masih banyak lagi ciri-ciri lain dari siswa korban perceraian. Namun ciri-ciri pokok di atas adalah yang paling urgent, penting dipahami sebelum merambat ke permasalahan yang lebih parah. 

Cara menyelesaikan permasalahan siswa korban perceraian

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan seorang guru profesional ketika menjumpai siswanya dalam keadaan seperti di atas akibat perceraian?

Menenangkan

Sudah seharusnya seorang guru memiliki ketenangan jiwa yang memadai, sehingga dapat berperan sebagai peneduh jiwa bagi siswanya. Sebab anak korban perceraian selalu menyalahkan dirinya sendiri, ia merasa sebagai penyebab perceraian keduaorangtuanya. 

Dalam beragam kasus, anak kerap memposisikan dirinya sebagia penyebab timbulnya perceraian. Mungkin karena ia nakal, bandel, sehingga ia beranggapan kelahirannya adalah pembawa bencana. Apalagi bila kedua orangtuanya selalu menyalahkan dirinya, sebab kadang ortu yang bercerai kurang dapat bertindak rasionil, keinginan menyindir pasangan, berubah menjadi pertarungan emosi yang menimpa anak juga. Anak yang dalam posisi belum stabil jiwa dan emosinya berada pada posisi yang bingung harus berdiri di pihak mana. 

Itulah mengapa dalam peristiwa perceraian, anak-anak sering harus cepat menentukan pilihanya dalam memihak, sebab ia berpikir harus melanjutkan kehidupan.

Bagi anak yang lebih mengutamakan materi untuk melanjutkan hidupnya, maka ia akan lebih memilih bersama ortu yang lebih mapan ekonominya. Namun bagi anak dengan pilihan ketenangan emosi dan kenyamanan jiwa, pastilah memilih orangtua yang lebih memahami, menyayangi, serta enak diajak curhat.

Oleh karena itu, guru harus memposisikan diri sebagai sebuah kepribadian yang tenang, sehingga siswa tidak ragu untuk mengungkapkan keadaannya terhadap sang guru.

 

Meredam emosinya

Dalam menghadapi siswa korban perceraian, guru haruslah menjadi sosok yang tidak mudah tersulut emosinya. Saat mendengarkan cerita dan keluh kesah siswanya, guru harus netral dalam mendengarkan, tanpa harus memihak atau pun menyalahkan pihak lain.

Ketika emosi siswa teredam, maka guru akan semakin mudah menguak dan mengungkap permasalahn siswa, sehingga cepat menemukan titik penyelesaiannya. Dengan penyelesaian permasalahan tepat dan cepat, maka kasus tidak akan merembet kemana-mana, ibarat api yang bila kian besar dapat meluluhlantakkan bangunan kokoh sekali pun.

Berperan sebagai pengganti orangtuanya

Memang tidak mudah, apalagi bila gurunya masih bujangan, atau sudah menikah namum belum pernah  memiliki anak, sehingga bingung dalam pengalaman. Jika demikian guru dapat memposisikan diri sebagai kakaknya. Yang penting posisi siswa bermasalah dapat ditangani, sebab ia memerlukan sosok yang bisa dipercayai.

Ketika guru berhasil memposisikan diri sebagai orang yang bisa dipercayai siswa, maka dengan mudah siswa akan mencurahkan kegelisahan dan kegundahan batinnya.

Bersikap bijaksana

Sikap bijaksana ditempuh pada saat masalah belum diketahui, baru diketahui, atau pun di saat masalah telah terpecahkan.

Masalah  belum diketahui, berarti cara bijaknya adalah dengan berusaha mencari tahu, mencari ciri-ciri dari siswa yang bermasalah, namun dengan tidak terlalu kepo, sehingga siswa tidak merasa risih, terganggu privasinya, yang berakibat malah menjauhkan dirinya.

Masalah baru diketahui, guru berusaha bersikap tenang, tidak mengumbar cerita kemana-mana sebelum jelas duduk permasalahannya. Setelah jelas duduk permasalahannya pun, guru harus tetap tenang berkonsentrasi pada pemecahan masalah ang tercepat dan terbaik.

Masalah telah terpecahkan, guru tetap pintar melihat kasus dari beragam sudut. Mungkin memang telah jelas duduk permasalahannya, telah terpecahkan, namun tetap ada rambu-rambu rahasia siswa yang wajib dipegang. Sebab apabila permasalahan bocor, dikhawatirkan akan menjadi bahan buli bukan hanya oleh teman-temannya, bahkan seluruh warga sekolah lainnya.

Demikian ciri-ciri siswa terdampak perceraian beserta cara penyelesaiannya. Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun