Sehingga terkadang menimbulkan berbagai pertikaian, hal-hal seperti inilah yang kemudian dapat menyuburkan sikap atheis sebab menganggap agama hanyalah sumber pertikaian, bukan perdamaian. Pemikiran demikian tidak akan terjadi jika tidak berpikir pendek dalam menyikapi suatu pertikaian.
Pemikiran yang menafikkan Tuhan, menganggap hidup hanyalah saat ini saja, tanpa ada pertanggungjawaban di hari nanti. Pemikiran seperti ini tentu saja akan membuat sebuah langkah pintas, bahwa sementara hidup, maka dapat bebas sebebas-bebasnya melakukan apa saja, toh nanti tidak dipertanggungjawabkan, kapan lagi?Â
Sehingga jika diibaratkan sebuah penjarahan dan perampokan, maka penjarah dan perampok dapat bebas melakukan apa pun sebab tak ada resiko hukuman yang disandangnya kelak. Yakinkah ada keadilan jika penjarahan dan perampokan yang sebebas-bebasnya dibiarkan tanpa resiko setelah melakukannya?
Sehingga tidak mengherankan, jika sebuah pemikiran menafikkan Tuhan, menganggap hidup di dunia tak ada pertanggungjawaban, maka akan banyak menimbulkan berbagai permasalahan, sebab yang berlaku adalah hukum rimba.
Pemikiran yang menafikkan Tuhan akan membuat hidup dijalani sebebas-bebasnya, demi memenuhi dan memuaskan segala nafsu duniawi, sebab pemikiran ini beranggapan bahwa hidup hanya kali ini saja, kalau sudah mati tak kan bisa lagi.
Setelah mencerna hal-hal di atas, maka kini kita tidak akan terkejut lagi dengan pemikiran yang lebih mengutamakan kehidupan duniawi karena menafikkan Tuhan, nafsu menjadi Tuhannya. Tapi pertanyaannya, sampai kapan hawa nafsu akan terpuaskan? Apakah seumur hidup? Ataukah terhenti setelah mati?Â
Ternyata hawa nafsu menuntut pemuasannya hanya sebatas saat masih muda, masih sehat, masih kuat, dan masih hidup. Saat hidup telah beranjak tua, sehat berubah sakit, kuat menjadi lemah, hidup berubah mati, maka segala sesuatu yang indah itu akan berkurang kenikmatannya.Â
Tentu tak akan lepas dari ingatan kita, bagaimana Bos majalah Playboy yang kaya-raya dengan limpahan kekayaan hasil majalah toplessnya, setelah tua tak berdaya lagi menikmati keindahan mansion miliknya, apalagi menikmati banyak perempuan cantik bak boneka yang telah dimilikinya. Bahkan setelah meninggal, dia tak membawa apa-apa dalam kuburnya.Â
Tinggallah anak cucu dan para gundik sibuk berpesta ria menikmati hasil jerih payah pekerjaannya selama sekian waktu. Bagi mereka yang menafikkan keberadaan Tuhan, maka meninggal ya sudah meninggal. Namun bagi mereka yang beragama, akan ada keharusan pertanggungjawaban dari seluruh kehidupannya selama di dunia pada Tuhan.Â
Bagi mereka yang beragama, kehidupan duniawi adalah ujian ketaatan pada Tuhan, akankah kelak lolos ujian dan kekal dalam Surga-Nya, atau justru terjerat dalam kesesatan hawa nafsu duniawi yang mengakibatkan terjerembab kalah dalam neraka.Â
Sementara bagi mereka yang tidak mempercayai adanya kehidupan setelah mati, memuaskan hawa nafsu duniawi adalah yang utama, sebab hidup hanya sekali saja, Namun mereka lupa, meskipun berhasil sepuas-puasnya memanjakan hawa nafsu, ternyata kehidupan duniawi memiliki banyak resiko. Resiko bencana alam, wabah penyakit, sifilis, raja singa, HIV/AIDS, cacar monyet, dan lain sebagainya.Â