Meski terkadang menimbulkan pertanyaan tentang kaitan Kurikulum Merdeka dengan tunjangan profesi guru, namun hal itu belum mendapat pembahasan lebih lanjut.Â
Sebagaimana kita ketahui, persyaratan mutlak seorang guru agar memperoleh tunjangan profesi adalah kewajibannya mengajar minimal 24 jam harus terpenuhi.Â
Sementara dalam Kurikulum Merdeka kewajiban untuk memenuhi 24 jam tidak dipaksakan. Sehingga menimbulkan pertanyaan, akankah guru penggerak yang menerapkan Kurikulum Merdeka dapat memenuhi syarat memperoleh tunjangan profesi jika kriteria jam mengajar dalam kurikulum ini hanya 18 jam.
Kurikulum Merdeka banyak menawarkan kemerdekaan yang tentunya menjanjikan hal positif bagi kondisi pendidikan di Indonesia. Merupakan hal baik bagi siswa maupun guru. Meskipun hasilnya masih dipertanyakan karena baru saja diterapkan, terlebih lagi belum ada bukti nyata yang dapat menunjukkan hasil bahwa memang kurikulum ini lebih memberi kemajuan berarti bagi siswa selama beberapa generasi, sebab tergolong masih baru.
Guru sebagai pelaksana kurikulum, terkadang menjadi korban pemilik ide kurikulum baru. Sebab terkadang di saat belum selesai mencerna suatu kurikulum, bahkan belum seratus persen mumpuni, selang kemudian muncul kurikulum terbaru.Â
Guru sebagai penerima ramuan terkadang pusing tujuh keliling dan serba kaget hingga kadang cuma bisa bengong. Mungkin bagi guru yang mudah adaptif, hal ini tidak akan sulit diterapkan, meskipun pastinya tetap harus beradaptasi melakukan hal baru.Â
Diibaratkan sebuah restoran, agar tetap laris manis, maka seorang chef harus memiliki metode tertentu.Â
Chef akan menerapkan metode memasak tertentu kepada para anak buahnya, namun di saat anak buah batu memulai metode tersebut, tiba-tiba pemilik restoran memutuskan mengganti dengan chef yang lain.
Chef baru tentu saja akan membawa resolusi memasak model baru, metode baru, dengan tujuannya sama-sama mulia, agar restoran laris dan ada kemajuan.Â
Namun, anak buah chef kelabakan melakukan metode terbaru, padahal tujuannya sama, yakni membuat ayam goreng, tapi dengan metode berbeda yang diterapkan masing-masing chef, kadang membuat sang anak buah pusing tujuh keliling.Â
Akibat anak buah gagal paham, akhirnya hasil ayam goreng nikmat yang diharapkan malah berganti ayam hangus kelamaan mikir metode masak yang berbeda.Â