Rekrutmen tenaga honorer yang tak berkesudahan oleh instansi pemerintah daerah mengakibatkan tenaga honorer tak pernah habis, selalu ada, selalu terisi, ibarat air mengalir, mereka tak pernah terhenti. Perguruan Tinggi ataupun Sekolah mencetak lulusannya, kemudian instansi-instansi pemerintah siap menerimanya karena kesediaan tenaga honorer digaji minim.Â
Hal tersebut menjadi sebuah  ketergantungan karena kantor pemerintah juga perlu menghemat anggaran. Bahkan dengan sistem koneksi ataupun kekerabaan, timbullah kepercayaan untuk mempekerjakan para honorer.
Padahal kalau kita amati kembali Pasal 8 PP Nomor 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, serta Pasal 96 PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK, termaktub jelas adanya larangan perekrutan tenaga honorer.Â
Sehingga Kementerian PANRB bersama sejumlah instansi pusat seperti Kemendikbud dan Kementerian Kesehatan berkali-kali menghimbau pemerintah daerah (pemda), agar intens menghitung kebutuhan PPPK sebagai pengganti tenaga honorer, dan akan memberi sanksi bagi instansi yang masih merekrut tenaga honorer.Â
Perbedaan kasta PNS dan Honorer
Sudah jamak terjadi pada instansi -instansi pemerintahan, terutama instansi pendidikan, perbedaan kasta antara PNS dengan honorer sering menimbulkan kecemburuan sosial.Â
Honorer yang telah lama mengabdi, bahkan bisa berpuluh tahun, tiba-tiba berada dalam satu lingkup kerja dengan PNS baru, yang tentu saja dilimpahi segala macam tunjangan beserta gaji, bisa ditebak akan menimbulkan kecemburuan sosial.Â
Meskipun terkadang kecemburuan itu hanya dipendam dalam hati, namun lama kelamaan dapat meledak ke permukaan jika kedua belah pihak tidak mampu mengendalikan diri.
Salah satu contoh kejadian yang sempat panas beberapa waktu lalu hingga menjadi perbincangan hangat, yaitu beredarnya pesan berantai dalam group medsos.Â
Pesan pedas yang tak ketahuan pengirim awalnya itu, menyindir para guru PNS tua yang gagap tekhnologi, sehingga segala tetrk bengek keperluan administratif tunjangan profesi yang berkaitan dengan dunia maya dilakukan oleh tenaga administrasi honorer hingga tuntas.Â
Namun saat tunjangan profesi keluar, tenaga administrasi yang membantu hanya diberi uang sekedarnya saja, yang menurut si penulis pesan berantai sangat tak sebanding dengan besarnya jumlah tunjangan yang diperoleh si guru PNS, sehingga menimbulkan kesan negatif bahwa guru PNS yang gatek tak tahu diri memeras tenaga orang dengan tidak manusiawi.