Kita tak mungkin akan terus berkubang dalam sebuah kondisi pandemi sebab telah sekian waktu sendi ekonomi amburadul yang efeknya terasa sekali pada kehidupan wong cilik, bursa saham dan bertambahnya hutang negara
Setelah diterpa ketakutan selama lebih kurang dua tahun akibat pandemi Covid-19, kini seiring dengan waktu, dunia mulai merasa terbiasa dengan ketakutan itu, sehingga tidak mengherankan bila di kemudian hari akan berdamai dengan ketakutan tersebut.
Pandemi covid-19 pada saat terjadinya hanya disadari sebagai hal yang sangat mengerikan, membuat kita, bahkan bukan hanya kita, tapi seluruh dunia, tercekam dalam kecemasan yang luar biasa.Â
Sebab ketakutan yang ditinggalkan bukan hanya dari droplet (air liur), bahkan badan kesehatan dunia world health organization (WHO) mengklaim penularan dapat terjadi dari airbone, juga benda-benda yang terkontaminasi. Sehingga membuat seluruh penduduk dunia berupaya memutus mata rantai penularan dengan bukan hanya memakai masker, tapi juga memakai penutup wajah (faceshield).
Virus rentan penularan
Beberapa waktu terakhir muncul anjuran untuk memakai masker dobel, sehingga sering menjadi dasar pemikiran, benarkah penularan hanya dari droplet? Lalu mengapa para tenaga kesehatan meskipun telah sedemikian rapat memakai baju hazmat, namun ternyata masih ada juga yang terkena virus covid-19, jadi dimana terjadi titik penularannya?
Covid-19 dibawa oleh virus, seperti influenza, bila tidak segera ditangani maka penyebarannya bisa sangat cepat. Selain mampu hinggap dimanapun, virus juga kasat mata. Nah besar kemungkinan, seberapa rapatpun perlindungan yang dipakai seseorang, namun jika virus itu tersembunyi di peralatan yang dipakai, kemudian memakainya dengan tanpa disinfektan, misal saat beristirahat melepaskan peralatan kesehatan, lalu virus terbang, terhirup saluran pernafasan, ataupun terpegang, kemudian tanpa sadar tangan mengkonsumsi sesuatu, hingga akhirnya virus terbawa dalam tubuh.
Segalanya mengandung resiko, bahkan bukan hanya virus Covid-19, segala yang berbau virus sangat rentan oenularannya. Tak ada cara lain selain berhati-hati dengan diri sendiri, mewaspadai dan menjaga diri sendiri dengan tidak mengabaikan protokol kesehatan, intinya dilarang jorok, namun juga meskipun sudah terlihat bersih sekalipun, belum menjamin tidak ada barang-barang yang tidak terkontaminasi di sekitar kita, disinilah titik rumit kehati-hatian. Sebab setiap diri kita adalah pelaku jika kita tidak bertanggungjawab pada kebersihan diri sendiri.
Endemi tidak menakutkan
Memasuki masa endemi covid-19 tidaklah menakutkan, jika setiap individu menjaga kebersihan diri masing-masing, waspada terhadap diri sendiri, lebih-lebih terhadap orang lain, dengan demikian kita akan bisa memasuki endemi sama seperti hari-hari biasa saat sebelum ada pandemi.
Saat terjadinya pandemi beberapa waktu lalu, dunia terpecah menjadi dua opini, yaitu mereka yang mempercayai sepenuhnya bahwa virus covid adalah nyata, berasal dari pengeleminasian beragam virus dan sangat membahayakan. Namun ada juga kelompok yang beranggapan bahwa virus covid hanyalah sebuah teori propaganda.
Kecurigaan rekayasa sempat menguat, karena penjualan vaksin dianggap akan menyedot keuangan seluruh dunia. Dengan cara kesengajaan untuk membuat dunia khawatir, dilema, dan dilanda ketakutan berlebih melalui propaganda berita yang dibuat oleh negara negara penyedia vaksin demi mengeruk keuntungan. Sebab penemuan medis tidak akan berhasil jika tidak ada ketakutan yang ditimbulkan
Adanya kelompok yang meyakini tentang teori konspirasi, terlepas dari benar atau tidaknya, toh tetap mampu membuat sebagian wilayah dunia dan sebagian orang mempercayainya, akibatnya mereka menolak vaksin serta mengabaikan protokol kesehatan (prokes) dengan menolak memakai masker.Â
Berbeda dengan negara maju yang menghormati perbedaan pilihan untuk tidak mengikuti vaksin, negara berkembang justru bersikap sebaliknya, sedikit memaksa warganya untuk mengikuti vaksin, ditambah ramuan pemberitaan, membuahkan hasil yang luar biasa hingga warganya berdesak-desakan ingin divaksin sampai mengabaikan prokes itu sendiri.
Sendi ekonomi amburadul karena pandemi
Terlepas dari kemanjuran vaksin yang ditawarkan, toh tetap terdapat pemikiran dari segelintir orang yang meragukan efikasi vaksin, sebab kenyataan di lapangan, meskipun telah divaksin, ternyata masih bisa terkena virus covid-19.Â
Bahkan vaksin sekelas phfzer dengan efikasi mendekati sempurna pun bukan jaminan seratus persen tidak terkena virus kembal, itulah kenapa Presiden Amerika Serikat Joe Biden melakukan vaksin yang ketiga kali alias booster.
Hal inilah yang menjadi alasan sebagian orang tetap meragukan vaksinasi. Meski demikian jumlah mereka yang menolak tidaklah sebanding dengan mereka yang bersedia melakukannya, entah dengan cara membiayai sendiri, ataupun melalui vaksinasi gratis yang telah disediakan oleh pemerintah.
Vaksin gratis seperti yang telah banyak diterima oleh Indonesia, diperoleh dari negara-negara besar dunia, seperti Amerika, dan juga China. Banyaknya vaksin gratis menimbulkan sebuah pemikiran, bahwa apabila sudah banyak yang menyumbang, berarti negara kita tidak perlu lagi mengeluarkan banyak uang untuk membelinya, keuangan negara bisa dihemat, terutama yang bersumber dari hutang yang kabarnya untuk menangani pandemi covid-19 dengan penyediaan vaksin dalam negeri, dengan demikian hutang negara tidak akan bertambah lagi.
Dengan keberhasilan melakukan vaksinasi terhadap seluruh lapisan masyarakat, maka setidaknya pemerintah dapat bersikap lega, terutama warganya, sebab memperoleh semangat sugesti dati vaksin bahwa mereka akan kebal dari virus.Â
Sugesti dan kepercayaan diperlukan sebagai obat penyembuh melawan gangguan virus. Jika seluruh warga loyo dan ketakutan, maka sehatpun bisa menjadi sakit, hal ini menunjukkan bahwa teror dan penyakit ternyata bersumber dari diri sendiri.
Karena pandemi covid-19 tidak bisa diprediksi kapan berakhirnya, maka kita harus berani menghadapinya dengan sugesti dan kepercayaan diri tinggi, sehingga siap menghadapi endemi.
Mau tak mau, suka tak suka, kita tak mungkin akan terus berkubang dalam sebuah kondisi pandemi, sebab kehidupan akan berjalan terus. Apalagi telah sekian waktu sendi ekonomi amburadul akibat terus menerus dihantam pandemi, efeknya terasa sekali pada kehidupan wong cilik dengan meningkatnya pengangguran, merahnya bursa saham dan bertambahnya hutang negara.
Kita memang harus siap menghadapi perubahan pandemi menjadi endemi jika ingin ekonomi kembali pulih seperti biasa, sebab efek yang ditimbulkan akibat terjadinya pandemi sangat menghantam ekonomi dunia.Â
Jika dianda ketakutan terus menerus, maka kemunduran ekonomi akan terjadi dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dimana-mana.
Kini saatnya bersiap hidup berdampingan dengan virus, yang mungkin tidak beda jauh dengan virus Influenza. Kuncinya hanya satu, menjaga kebersihan, Â menjaga jarak, melindungi pernafasan dengan masker demi menghindari percikan droplet yang mengandung virus, dan satu hal penting yang wajib kita pegang teguh, percaya bahwa kekuatan Tuhan akan melindungi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H