Mohon tunggu...
Faldy Rizky Susanto
Faldy Rizky Susanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penambang Harapan

Mantan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Periode 2014-2016)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Regulasi Setengah Hati dan Ancaman Pidana di Tengah Wabah Oleh: Faldy R*)

11 April 2020   06:19 Diperbarui: 11 April 2020   07:17 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulan

Dampak buruk penggunaan pidana penjara semakin besar dengan melihat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) yang mengalami kelebihan kapasitas penghuni (overcrowding). Kondisi ini menyebabkan tujuan sistem pemasyarakatan yang hendak mengembalikan pelaku kejahatan sebagai warga negara yang baik dan melindungi masyarakat atas kemungkinan diulanginya tindak pidana tidak dapat tercapai. Overcrowding terjadi karena semakin tingginya jumlah penghukuman dengan pidana penjara jika dibandingkan dengan kapasitas ruang penjara yang tersedia. Data terakhir dari Ditjenpas – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dari 524 Rutan/Lapas yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan dengan total warga binaan sebanyak 237.692 (belum termasuk pra-sidang) orang dari kapasitas lapas yang seharusnya hanya mencakup 130.000 warga binaan, kelebihan kapasitas penjara secara total mencapai angka 100% lebih, dengan hanya 9 (sembilan) Lapas dan Rutan yang tidak mengalami kelebihan kapasitas, yakni: D.I. Yogyakarta, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Papua.

Penggunaan hukuman penjara sebagai instrumen utama untuk menghukum pelaku tindak pidana perlu dikaji ulang. Tren di berbagai negara saat ini menunjukkan adanya penggunaan model-model penghukuman (punishment) alternatif yang menjauhkan dari penggunaan hukuman penjara. Hal ini terkait dengan perubahan orientasi tentang tujuan pemidaaan serta adanya kebutuhan praktis, yakni mengurangi overcrowding. Pemidanaan, secara umum didasarkan pada sejumlah tujuan: membuat orang jera (detterence), membalas perbuatan (retribution), merampas kebebasan pelaku (incapacitation), dan merubah perilaku pelaku (reformation). Tujuan-tujuan tersebut merujuk pada sejumlah teori yakni: Absolut, Relatif, dan Gabungan. Teori Absolut menyebutkan bahwa penjatuhan pidana merupakan pembalasan yang semata-mata karena seseorang telah melakukan kejahatan, sehingga hukuman atas perbuatan yang salah merupakan hal yang adil karena akan memperbaiki keseimbangan moral yang telah dirusak. Berbeda derngan teori absolut, dalam Teori Relatif, hukuman digunakan untuk menegakkan ketertiban masyarakat dan menegakkan tujuan pidana yakni mencegah kejahatan dan agar seseorang tidak melakukan kejahatan. Sementara Teori Gabungan mengemukakan bahwa tujuan pemidanaan selain harus membuat jera, juga harus memberikan perlindungan serta pendidikan kepada masyarakat dan pelaku.

Hukum pidana baiknya digunakan sebagai ultimum remedium (upaya terakhir). Jangan sampai menimbulkan kesan, kerja keras aparat penegak hukum lebih terlihat daripada kerja tenaga medis dan tenaga kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun