Mohon tunggu...
Faldy Rizky Susanto
Faldy Rizky Susanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penambang Harapan

Mantan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Periode 2014-2016)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Regulasi Setengah Hati dan Ancaman Pidana di Tengah Wabah Oleh: Faldy R*)

11 April 2020   06:19 Diperbarui: 11 April 2020   07:17 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mitigasi Covid-19 di bidang mekanisme dan instrumen pidana itu tidak bisa parsial tetapi harus secara simultan”

Menarik perjalanan ke belakang untuk melihat jendela konstitusi pada Alinea IV Pembukaan UUD 1945 menghendaki negara harus aktif dalam “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Negara tidak boleh hanya berdiam diri dan pasif dalam upaya melindungi dan mensejahterakan warga negara, sebaliknya, Negara harus hadir dan aktif melakukan intervensi dalam kehidupan masyarakat, untuk menghindari penyelahgunaan kekuasaan, namun intervensi negara tersebut harus berdasarkan hukum

Secara De Jure (Re: Pada Prinsipnya), memandang hukum tidak bisa hanya dengan satu kacamata, kacamata normatif akan membuat hukum terlihat kaku dan tidak dinamis, namun memandang dengan kacamata sosial saja membuat kepastian hukum menjadi lemah karena hukum tidak bisa memenuhi semua kepentingan masyarakat, hukum tidak pernah beroperasi di ruang hampa, tidak terpengaruh bias kelas dan kekuasaan, itu yang semestinya difikirkan oleh pemangku kepentingan.

In any case, adakah substansi hukum penting yang terlupa dan perlu dibadankan guna merespon harapan masyarakat, hal inilah yang akan coba dijawab oleh tulisan singkat ini.

Upaya penanggulangan dan pencegahan Virus Corona (Covid-19) di Indonesia sejatinya telah dilakukan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun, regulasi yang setengah hati serta kurangnya berbagai sumber daya manusia maupun logistik memang menjadi persoalan yang sangat penting untuk segera diselesaikan. Meski demikian, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi adanya penyebaran yang lebih luas yaitu melalui Physical Distancing sebagai upaya preventif penyebaran Covid-19. Bentuk lain dari kebijakan tersebut seperti batas jarak aman saat dikeramaian, pengurangan aktivitas di luar ruangan, kerja dari rumah dan larangan berkerumun bagi masyarakat telah dilakukan bahkan sebelum ditetapkan masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ditetapkan.

Regulasi Setengah Hati

Dikeluarkannya berbagai peraturan yang terkait dengan pandemic Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), diharapkan dapat meredakan issue “lock-down.” Peraturan-peraturan tersebut adalah Keppres Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) (PP PSBB) aturan ini dibuat sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan , dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/ atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Untuk mengoperasionalkan mitigas tersebut, perlu ada aturan yang isinya tidak hanya memberikan kewenangan kepada pemerintah (termasuk pemerintah daerah) untuk mengeluarkan (administrative order) berupa mencegah, melarang, menutup, bahkan membubarkan dengan paksa kegiatan yang esensinya tidak sesuai dengan pembatasan interaksi fisik. Namun juga perlu membadankan daya paksa (enforcement power) yang terukur guna memastikan efektifitas pelaksanaan norma. Salah satu daya paksa yang inovatif dan perlu diterapkan adalah pemberian kewenangan kepada pemerintah untuk memberikan denda (administrative fines) kepada para pelanggar namun tidak mengedepankan hukuman berbasis kuran dan/ atau pemenjaraan.

Pertanyaannya kemudian ialah: apakah physical distancing dengan kebijakan darurat sipil sudah tepat?

Apakah PP PSBB (Re: Peraturan Pemerintah Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang baru saja keluar dan dijalankan secara klaster oleh Pemerintah Daerah akan berhasil mempertegas, mendisiplinkan, dan mengefektifkan pembatasan jarak fisik? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun