Mohon tunggu...
Falantino Eryk Latupapua
Falantino Eryk Latupapua Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

...menempuh jalan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Semesta Kegilaan: Membaca (Sebagian) Hidup Chalvin Papilaya dalam "Mokolo"

17 Februari 2024   06:03 Diperbarui: 17 Februari 2024   06:53 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.................

di sini, hikmat-hikmat selalu ingin bertikai

membeda-bedakan si aneh dan keanehan

si sial dengan kesadaran-kesadaran sialan

.................

Beta tidak terlalu banyak memiliki kesempatan berinteraksi secara pribadi dengan Chalvin Papilaya, seorang penyair sekaligus kawan baik. Pada beberapa momentum, kami terlibat bersama perbincangan yang mendalam dan penuh dengan ledakan pikiran kritis dan 'nakal' sembari menjuri atau mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya. Selebihnya, kami hanya saling menatap dan mengetahui kabar melalui obrolan di gawai dan tayangan media sosial.

Chalvin memang bukan orang yang banyak bicara. Dia cenderung menyingkir di sudut dan berdiri di belakang. Tetapi beta selalu bisa mengingat tatapan matanya yang tajam dan penuh penilaian, setajam kata-kata dan sepenuh isi kepalanya yang seakan ingin membuncah keluar ketika topik obrolan kami mengarah ke soal-soal relasi kekuasaan, penindasan, keadilan, pendidikan.

Kumpulan puisi karya Chalvin Papilaya, Mokolo diberikan pada awal September 2023 oleh salah seorang rekan Chalvin yang beta kenal dengan baik, Marthen Reasoa. Sekitar dua minggu sebelumnya, beta dihubungi oleh Wesley Johanes dan Theo Rumthe. Mereka meminta kesediaan untuk menuliskan hasil pembacaan beta, ringkas saja, terhadap kumpulan puisi tersebut untuk mengisi ruang dalam acara yang diinisiasi komunitas sastrawan untuk mengenang Chalvin di negeri kelahirannya, Itawaka, Pulau Saparua, pada akhir September ini. Pada hari itu, beta diberi petunjuk singkat bahwa kumpulan puisi ini ditulis berdasarkan pergulatan batin seorang Chalvin dalam persentuhan dengan kakaknya yang divonis mengalami masalah kejiwaan.

***

Sesuai kebiasaan, beta mulai menyentuh Mokolo dari halaman paling belakang. Di situ Chalvin menuliskan deskripsi tentang dirinya sebagai:  

seseorang yang senang sekali menyimak dan menikmati perihal orang-orang gila di pusat kota, di tempat-tempat lain mereka hidup. senang berlama-lama di rumah sakit jiwa -- rumah di mana orang-orang gila merayakan kesunyian demi bisa pulang kepada kesadaran orang-orang normal.

Dengan kata-kata dan frasa kunci 'orang-orang gila', 'merayakan kesunyian' dan 'kesadaran orang-orang normal' Chalvin sudah meletakkan batasan yang tegas tentang kepenyairannya, yakni mencari kesejatian sebagai manusia melampaui semua definisi tentangnya. Hal itu terbuka dengan jelas secara perlahan-lahan dalam puisi demi puisi yang dihimpunnya dalam Mokolo. Diksi mokolo adalah diksi lokal Negeri Itawaka, Pulau Saparua, tempat asal Chalvin. Mokolo berarti "orang gila".  Konon, saudara kandung Calvin adalah pengidap gangguan jiwa dan buku puisi ini adalah kumpulan pengalaman batin Chalvin tentang persentuhannya dengan "kegilaan" dalam banyak spektrum dan definisi.


Chalvin amat berhasil menggunakan seluruh diksi dan imaji puitik secara melimpah tetapi padat dan proporsional. Dia menulis dengan pengetahuan dan perenungan yang mendalam, menuangkan semesta yang tentu sudah diselaminya selama bertahun-tahun. Hal itu terbaca dalam banyak diksi yang digunakannya, semisal diakonos, hamba tuhan, pendeta, golgota, atau roti dan anggur perjamuan. 

 

Dalam puisi "di ruang observasi" dengan kematangan diksinya, dia memadukan imaji taktil dan visual dalam bait awal, misalnya pada larik kau sedang membersihkan kutil; aku menggigil nyilu dan keram-keram di badan ini. Eksplorasi diksi Chalvin hingga menemukan leksikon lokal seperti stegi, kapata, atau pombo dan goheba; sebaik meramu larik dengan menggunakan leksikon ilmiah, semisal skizofenia, miom, dan cogito kejiwaan adalah jejak-jejak kecerdasannya yang mungkin akan membikin pembaca tertentu harus membuka kamus atau ensklopedia untuk memahaminya secara utuh.

Lahirnya Mokolo dari ke-ada-an yang ingin disajikan oleh Chalvin, sekaligus menggunakannya untuk melawan stigma kegilaan dan kenormalan, serta pembingkaian dan penindasan simbolik terhadap itu, yang secara tidak sadar sering dilekatkan oleh manusia terhadap manusia lain atas nama ajaran agama, orientasi, serta kecenderungan perbedaan preferensi dan perilaku; juga kategori-kategori yang kadang tidak cukup bisa terjelaskan dengan aneka definisi.

Lebih lanjut, dengan pendalamannya terhadap stigma kegilaan yang dilekatkan oleh semesta terhadap subjek yang digaulinya, beta merasa bahwa Chalvin menemukan refleksi perihal kegilaan dan kenormalan manusia sebagai hasrat untuk mencari dan mengisi kekosongan dan kekurangan pada dirinya, serta menemukan harkat diri yang kemudian, secara eksplisit, ditampilkannya sebagai sesuatu yang liyan, semu, absurd.

Menjelang akhir pembacaan Mokolo, samar-samar beta teringat Jacques Lacan, teoretikus psikologi penerus Feud yang dalam beberapa hal justru menolak pandangan Freud tentang memahami kaitan mimpi dengan hasrat biologis; menekankan pentingnya memberi ruang terhadap irasionalitas dan budaya sebagai jalan untuk memahami kelindan pikiran manusia. Melalui pemerian terhadap vonis abnormalitas pada orang terdekatnya itu, tampaknya Chalvin hendak menunjukkan bahwa pencarian terhadap kenormalan.

Dalam Mokolo terasa jelas kegelisahan Chalvin justru menjadi titik awal perjalanan untuk menemukan dan memahami absurditas dan keterbelengguan manusia dalam ruang dan waktu, sebagaimana yang dituangkannya secara menakjubkan, selesai, orgasmus; antara lain dalam puisi "di ruang observasi", berikut ini:

ketika kusadar, tubuhku dini rimba

kutanyai negara, apabila ini sementara

kita terlantar di dalam kalut lautan

 

tubuh dipunyai rezim, lain punyaku ini

adalah pengungkungan cogito kejiwaan

 

jiwa sama tuhan, berisi keseluruhan

bersatu namun tidak dapat dimengerti

tak kumiliki, tak pandai kumenemu

 

tapi setiap kali aku ke situ, kau angkuh

menjelaskannya dengan bahasa waras

 

sepertinya  kutak bisa lari dari kejammu

Seusai membaca Mokolo, beta didera oleh kesadaran yang makin menggelisahkan tentang betapa Chalvin adalah salah satu penyair Maluku dengan kedalaman dan ketajaman pikiran nan subtil sekaligus daya hentak diksi yang mencengangkan, bukan recehan. Sayang sekali, beta belum banyak bergulat dengan karya-karya Chalvin semasa dia hidup.

Bagi beta, Mokolo adalah karya terpuji yang menunjukkan kedalaman eksplorasi tema, kemampuan untuk selalu gelisah, serta kegigihan berpikir untuk mencerna realitas secara mendalam. Mokolo adalah contoh yang hebat tentang menulis karya sastra yang berangkat dari ke-ada-an, bukan ke-tiada-an yang, tanpa ragu-ragu, dapat beta contohkan dengan bangga dan besar hati pada anak-anak didik nanti.

***

Sesungguhnya, sekali waktu beta sempat memikirkan bahwa Chalvin adalah sosok yang tepat untuk terjun ke dalam dunia "kepemukaagamaan" yang penuh dengan problematika. Sungguh menakjubkan membayangkan Chalvin menjadi seorang pengamat, pelaku, sekaligus pemikir di tengah-tengah realitas penuh penindasan simbolik itu. Chalvin tentu tidak akan ragu-ragu untuk menelanjangi dirinya dan panggilannya secara sungguh-sungguh, bukan untuk mengeksploitasi aib atau mencederai perasaan, tetapi menyajikan refleksi secara jujur dan dalam-dalam tentang hakikat kegilaan dan normalitas dalam semesta ajaran yang penuh kontradiksi. Chalvin mungkin bisa menjadi antitesis dari kecenderungan mendaku sebagai jalan kebenaran dan kehidupan secara terang-terangan; lalu, pada saat yang sama, tidak mudah tergoda untuk memperlakukan hasrat-hasrat kebenaran dan kehidupan itu sebagai prasyarat agar manusia tetap normal, tidak berbeda, tidak gila.

Demikianlah, oleh karena hidupnya yang tidak terlalu lama, Chalvin memang tidak diizinkan untuk lebih banyak menyaksikan sendiri kegilaan-kegilaan dunia dalam pemenuhan hasrat yang telah dikupas dalam-dalam pada monolog-monolog dirinya dalam Mokolo. Chalvin diberikan talenta besar dalam waktu yang terbatas untuk menyajikan imaji-imaji kegilaan yang kini dan nanti akan dinikmati oleh generasi baru manusia dunia di dalam karya-karyanya itu. Sedangkan kita semua, yang masih hidup dan mencoba mencari nilai diri yang paripurna adalah orang-orang yang mendapat kehormatan untuk mengunyah lalu mencerna imaji-imaji yang disajikan olehnya, kemudian akan berusaha menyibak kehampaan dalam menghadapi realitas semesta kegilaan yang hari-hari ini berkelindan tidak jauh dari mata dan pikiran kita. Selamat menemukan kesejatian, Chalvin.

Catatan penulis: Tulisan ini pernah dimuat di Teras Maluku pada 15 November 2023. Pemuatan ulang ini dilakukan dengan penyesuaian isi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun