"Aku mau nyambung tentang sogok itu... eh, maksudku program yang Ibu tawarkan," ujar Mardin, sedikit gugup.
"Jadi, Bapak mau menerima uang sogok itu?" tanya Ibu Rena, masih ragu.
"Iya, saya ini punya tanggung jawab keluarga. Kami membutuhkan uang itu, Ibu. Bayi kami perlu susu dan asupan bayi yang bergizi tapi mahal harganya," jawab Mardin dengan nada putus asa.
Ibu Rena mengamatinya dari atas hingga bawah. "Baiklah, saya hanya bisa memberi Rp 100 ribu saja. Soalnya saya tidak yakin Ibu Rukiya mau pilih calon kami."
"Ya, kok gitu bu. Kan anggaran Rp 200 ribu, tapi tidak apalah itu lebih baik daripada tidak dapat sama sekali. Lagipula, harga susu tidak bisa ditawar," Mardin berkata sambil tersenyum penuh harap.
Setelah menerima Rp 100 ribu Mardin sempat menggumam dalam hati. "Pantasan tim sukses selalu sukses".
***
Pemilu sering disebut sebagai "pesta demokrasi" karena ini adalah momen di mana rakyat berpartisipasi dalam proses demokrasi dengan memilih pemimpin mereka.
 Namun, istilah "pesta" di sini lebih bersifat simbolis, menggambarkan semangat dan partisipasi masyarakat dalam pemilu, bukan dalam arti harfiah seperti pesta dengan makanan dan minuman. Meskipun tidak ada makanan, pemilu tetap menjadi momen penting untuk merayakan hak dan kebebasan memilih.
27 November 2024, hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama para calon kepala daerah yang berambisi untuk menduduki kursi kekuasaan. Namun, suasana di tempat pemungutan suara (TPS) di tempat Mardin sangat berbeda dari yang diharapkan.Â
Padahal TPS itu pemilihnya gabungan dari 3 RT. Alih-alih ramai dan bersemangat, TPS tersebut lebih mirip dengan kuburan yang sepi, dengan hanya sesekali suara angin yang berbisik. Warga pinggiran kota tampaknya sudah bosan dengan empati politik dan tekanan dari berbagai pihak. Banyak yang sudah memilih untuk tetap tinggal di rumah sambil menonton sinetron kesayangan.