"Uang sogok? Tidak! Kami tidak butuh uang haram!" Rukiya menghardik.
Namun, Mardin yang bingung, memperhatikan tumpukan uang itu. "Tapi Bu, susu anak kita... dia butuh gizi!" ungkapnya dengan wajah cemas.
Ibu Rena mencoba merayu lagi. "Bapak, kami pastikan calon kami membawa perubahan! Program pendidikan gratis, kesehatan gratis, makan gratis, subsidi untuk keluarga tidak mampu. Semua akan lebih baik!"
"Hmm, pendidikan... tapi, anak saya masih bayi ..." Mardin menggeleng, masih mengikuti arah kata Rukiya.
"Bu Rukiya, saya ngerti. Tapi lihat juga keperluan keluarga ini! Kami siap memberi Rp 200 ribu buat keperluan beli susu dede bayi!" Ibu Rena semakin menpinggiran kotak.
"Jangan percaya, Pak! Itu hanya trik!" Rukiya menegaskan.
Perdebatan yang seru pun terjadi. Mardin terus berusaha melawan isi hatinya, sementara Rukiya berpegang teguh pada prinsipnya.Â
"Ibu Rena, kami benar-benar tidak mau menerima sogokan. Kami ada prinsip!" Rukiya berkeras.
Mendengar itu, Ibu Rena menghela napas sambil berpikir, "Kalau begini, sepertinya saya harus mundur." Akhirnya, Ibu Rena meninggalkan rumah itu dengan membawa sedikit frustrasi, tetapi Mardin mempunyai rencana baru
Setelah memastikan bahwa Rukiya tidak melihat, Mardin dengan langkah pelan mengikuti Ibu Rena. "Ibu Rena, tunggu!" setengah teriak.
Ibu Rena berbalik, tampak terkejut. "Bapak Mardin? Ada apa?"