Hari itu, bangku taman menjadi saksi bisu sebuah proses penyembuhan yang tidak terduga, di mana kesedihan saling bersatu bukan untuk merobek, tetapi sebagai penguat satu sama lain. Karena pada akhirnya, hidup ini adalah puisi yang ditulis dengan pengalaman, dan setiap luka yang ada, akan menjadi bait-bait yang memuat kedamaian dan harapan baru.
Kami berdiri untuk pulang dari bangku yang sama, kami meninggalkan sebagian dari kesedihan dan membawa harapan baru. Sebab, kami percaya, di balik setiap duka, ada keindahan yang akan membuat kami bangkit lebih kuat. Kami boleh patah, tetapi kami tidak akan terjatuh selamanya.
***
Roman ini diinspirasi dan dilisensi dari puisi yang berjudul "Duka-Duka Dalam Kepala" oleh Itha Abimanyu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H