Bisma duduk termenung di dalam kereta yang membawanya ke Jakarta. Pemandangan yang terus berubah di luar jendela tidak mampu mengalihkan pikirannya dari kejadian yang baru saja terjadi. Ayahnya, sosok yang selama ini menjadi panutannya, meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung. Kematian itu memaksa Bisma dan ibunya, Haning, untuk meninggalkan desa kecil tempat mereka tinggal dan pindah ke Jakarta untuk mencari kehidupan baru. Desa Bendo kelurahan Ngaglik kecamatan Bulukerto kabupaten Wonogiri tempat ia dilahirkan dan dibesarkan hingga SMP Negeri 1 Bulukerto, terpaksa harus ditinggalkan.
Jakarta adalah kota yang asing bagi Bisma. Keramaian, kebisingan, dan hiruk-pikuk kota besar membuatnya merasa terasing. Di sekolah barunya, SMA Cendana, Bisma merasa sulit untuk menyesuaikan diri. Teman-teman sekelasnya terlihat begitu berbeda, mereka lebih terbuka, lebih berani, dan tampaknya memiliki kehidupan yang jauh lebih mudah. Bisma merasa dirinya seperti ikan kecil yang dilempar ke laut luas yang penuh dengan predator.
Hari-hari pertama di sekolah adalah ujian berat bagi Bisma. Dia sering diejek karena penampilannya yang sederhana dan aksen desanya yang kental. Beberapa siswa yang lebih nakal bahkan mulai menjadikan Bisma sebagai sasaran bully. Bisma merasa terpojok, dan setiap kali dia mencoba melawan, dia hanya berakhir semakin terpuruk.
Pada saat jam istirahat Bisma sedang duduk sendirian di bangku belakang, mencoba membaca buku, sekelompok siswa, yang dipimpin oleh seorang anak bernama Andi, mendekatinya.
Andi sedang tertawa sambil menunjuk Bisma. "Eh, lihat nih, ada anak desa nyasar di Jakarta!"
Agus ikut tertawa. "Ha ha ha iya, iya, lihat tuh bajunya, udah kayak kain lap."
Edi sambil menutup hidung. "Ih, bau apaan nih? Kayaknya ada yang nggak kenal sabun."
Bisma berusaha tetap tenang meskipun hatinya terasa sakit. "Aku cuma mau belajar, tolong jangan ganggu."
Andi menirukan aksen desa Bisma dengan berlebihan. "Aku cuma mau belajar, tolong jangan ganggu." Hahaha, dengerin tuh, aksennya kayak orang desa banget!
Agus mendorong buku di tangan Bisma hingga jatuh ke lantai. "Belajar apa sih, anak desa kayak kamu nggak bakal ngerti pelajaran di sini."