Perasaan cemburu dan bingung mulai mengganggu pikiran Bisma. Dia merasa bahwa hubungannya dengan Damian mungkin akan berubah jika dia mengungkapkan perasaannya kepada Aprilia. Namun, disisi lain, dia tidak ingin menyembunyikan apa yang dia rasakan. Ini menjadi dilema besar bagi Bisma.
Hari Sabtu ketika Bisma sedang berlatih sendirian di gym sekolah, Aprilia datang menghampirinya. "Aku tahu kamu suka padaku, Bisma," kata Aprilia dengan lembut. Bisma terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. Aprilia melanjutkan, "Tapi aku lebih menganggapmu sebagai sahabat. Kamu dan Damian adalah dua orang yang sangat penting bagiku, dan aku tidak ingin kehilangan salah satu dari kalian."
Kata-kata Aprilia membuat Bisma merasa lega sekaligus hampa. Dia menyadari bahwa perasaannya terhadap Aprilia bukanlah hati yang harus dikejar, tetapi lebih kepada rasa kagum yang mendalam. Dia mengangguk dan tersenyum, menyadari bahwa persahabatannya dengan Damian jauh lebih berharga daripada perasaan sementara yang dia rasakan.
Bisma kemudian fokus kembali pada seni bela diri. Hasil seleksi dia, bersama Damian dan Aprilia, mewakili sekolahnya, mereka mempersiapkan diri untuk mengikuti kejuaraan bela diri antar-pelajar. Latihan semakin intensif. Bisma semakin menyadari bahwa seni bela diri bukan hanya tentang memenangkan pertarungan fisik, tetapi juga tentang mengalahkan diri sendiri.
Pada hari kejuaraan "Jakarta Student Pencak Silat Open Championship 2024", Bisma merasakan adrenalin yang luar biasa. Dia harus menghadapi lawan-lawan yang tangguh. Damian dan Aprillia sudah tumbang duluan dibabak penyisihan. Dalam pertandingan tersebut, Bisma jatuh bangun, merasakan pukulan dan tendangan yang membuatnya hampir menyerah. Namun, kata-kata Pak Haris  terus terngiang di telinganya: "Kekuatan sejati datang dari hati dan pikiran." Bisma kemudian bangkit dengan semangat yang baru, mengingat semua tantangan yang telah dia hadapi, semua rasa sakit yang dia rasakan, dan semua dukungan yang dia terima.
Sayangnya ketika masuk pertandingan final Bisma mengalami cedera tumit alias pergelangan kaki. Tumitnya nyeri sekali dan berjalan sampai terpincang-pincang. Namun demi harga diri dia kurbankan rasa sakit, dia yang sering di-bully di sekolahnya harus mampu menunjukkan kepada para pem-bully itu bahwa dia orang yang kuat yang tidak bisa di-bully lagi.
Bisma sedang berada di tengah arena, dipandangi lawan kali ini tubuhnya gemuk dan garang tampilannya mendapat julukan si gemoy oleh penonton. Sorak-sorai penonton terdengar disekelilingnya, namun semua itu terasa menjauh saat ia mulai merasakan ketegangan yang semakin meningkat.
Bisma dalam hati menggumam. "Lawan ini terlihat sangat tangguh walaupun gemoy. "Aku survey selama pertandingan ini, gerakannya cepat dan kuat, sementara aku... Aku sudah merasa lelah, mana tumitku cedera. Bagaimana mungkin aku bisa menang melawan dia?".
Bisma melihat lawannya yang sudah bersiap, berdiri tegap dengan tatapan matanya yang nyalang. Dia bergumam. "Apa aku benar-benar siap untuk ini? Bagaimana kalau aku kalah? Bagaimana kalau semua latihan dan usahaku selama ini sia-sia? Semua orang menonton.. Ibu, Pak Haris, Damian, Aprilia ... Mereka semua percaya padaku, tapi aku sendiri merasa ragu."
Keringat dingin mulai mengalir di pelipis Bisma. Kakinya terasa sedikit gemetar, dan jantungnya berdetak lebih cepat. "Andai Ayah masih ada di sini... Dia pasti tahu apa yang harus kulakukan. Tapi sekarang aku sendirian. Aku nggak bisa menunjukkan kelemahan di depan mereka semua. Aku nggak mau mengecewakan mereka."
Bisma memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. Suara Pak Haris dan kata-katanya terngiang di telinganya. Pak Haris, dalam ingatan Bisma mengatakan. "Kekuatan sejati datang dari hati dan pikiran. Jangan biarkan rasa takut menguasai dirimu. Kalah atau menang itu urusan belakangan, yang penting adalah bagaimana kamu menghadapi tantangan itu."