Mohon tunggu...
Fakta P.B.
Fakta P.B. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencari loker. Penulis spesialis lomba. Tukang makan yang doyan berimajinasi.

Laki-laki asal Semarang yang numpang lahir di Jakarta dan tinggal di Bekasi. Punya hobi melahap segala fiksi dan nonfiksi (khususnya topik kepenulisan atau literasi, biografi, film, dan humaniora); menuangkan imajinasi, perasaan, atau riset kecil-kecilan ke dalam karya fiksi; mendengarkan musik segala genre sesuai selera; bersepeda; jalan santai; kulineran; rebahan; dan koleksi kaset pita buat konsumsi pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Sebuah Tanda Tangan

26 Juli 2023   23:24 Diperbarui: 26 Juli 2023   23:42 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kalau berhasil ketemu, kita musti protes! Emangnya kita boneka apa?"

"Alahh, kelamaan! Enggak usah banyak cingcong, langsung jotos aja. Beres urusan."

Sapto terus melenggang, pura-pura tuli terhadap embus ocehan. Di halaman rumah terlihat ada dua orang yang menunggu. Seorang lelaki paruh baya berpakaian necis bak manajer eksekutif serta perempuan muda dengan seragam putih abu-abu. Keduanya sempat terperanjat dengan kedatangan Sapto, berseri tipis lalu kembali datar. Sapto mulai menyalami mereka sebagai tanda perkenalan sambil memasang senyum selebar mungkin.

"Ada urusan apa datang ke sini, Pak? Urusan bisnis, ya?"

Lelaki tambun yang dipenuhi uban dari balik tipis rambut itu menjawab, "Ya, begitulah. Anda bisa menilai sendiri dari penampilan saya, kan? Saya datang kemari dengan niat dan tekad bulat. Enggak seperti orang-orang payah tadi, baru tiga hari nunggu aja udah nyerah, padahal ngakunya punya hajat darurat. Memble!" 

Sapto menilik kostum lelaki bernama Yongki tersebut dari atas ke bawah. Kemeja hijau lumut dibalut jas tuxedo, dasi garis hitam putih mencapai perut, celana bahan, dan sepatu kulit cokelat. Tersemat cincin akik sebesar jengkol di ketiga jari kanan serta liontin menggayuti lehernya.

"Kalau boleh tahu, bisnis apa, Pak?"

 "Saya dapat proyek mega nasional, ngebangun lahan tambang di Jeneponto. Mantep, kan? Saya ke sini karena ditunjuk langsung sama Dirut buat ngedapetin tanda tangan Sang Penggores biar proyeknya gol. Nih, buktinya!" Sambil menyapu keringat yang terus mengaliri dahi sampai tompel di bibirnya, Yongki mengeluarkan beberapa berkas resmi dari perusahaan swasta terkemuka, lengkap dengan tanda tangan kementerian ESDM. Secepat kilat lembaran-lembaran itu dimasukkan lagi dalam koper.

Sapto beralih menatap perempuan berseragam yang duduk di atas balai-balai. Si perempuan sempat balas melirik, tahu akan ditanya. "Kalau Dik Sulastri?"

"Minta tanda tangan surat rekomendasi buat masuk UI dari Kepsek."

"Wuiihh..., bagus, dong! Mau ngambil jurusan apa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun