Ketentuan yang mengatur tentang kejahatan doxing terdapat pada Pasal 26 Ayat (1) UU ITE yang berbunyi:Â
Ayat 1: "penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan."Â
dan ayat (2) yang berbunyi: "setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini"Â
Selain dalam UU ITE mempublikasikan data pribadi dapat dikenakan pidana dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan, yang berbunyi:Â
"Setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan Data Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) dan Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1a) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)"Â
Pers, Jurnalis atau apa pun yang menjadi buruh berita memang tetap menjadi top-of-mind dari korban doxing, tapi yang menjadi hal unik dari analisis ini adalah etika pers menanggapi informasi yang ter-doxing di permukaan Internet. Bagaimanapun informasi yang menyeruak via internet dalam kasus ini berbentuk doxing dari informasi pribadi seseorang selayaknya perlu ditinjau kembali dari perspektif etika Pers. Independensi seorang Jurnalis harusnya mampu dipertanggungjawabkan, hal tersebut yang membedakan investigasi dengan doxing yang dilakukan akun-akun anonim yang biasanya ada di Internet---terutama Twitter.
Ada beberapa etika pers yang membatasi agar tidak sampai melakukan doxing (doksing). Etika pers adalah kumpulan norma dan nilai yang menjadi pedoman bagi para pelaku pers dalam menjalankan profesinya. Etika pers bertujuan untuk menjaga kredibilitas, integritas, dan tanggung jawab pers dalam menyajikan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang kepada publik. Etika pers juga menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak atas privasi dan perlindungan data pribadi. Beberapa etika pers yang berkaitan dengan doxing (doksing) adalah sebagai berikut:
Etika dalam mengumpulkan informasi. Pers harus mengumpulkan informasi dengan cara yang sah, jujur, dan profesional. Pers tidak boleh menggunakan metode yang melanggar hukum, seperti peretasan, rekayasa sosial, atau pencurian data pribadi sumber berita. Pers juga harus memperoleh izin dari sumber berita jika ingin menggunakan data pribadinya untuk kepentingan jurnalistik.
Etika dalam menyajikan informasi. Pers harus menyajikan informasi dengan cara yang akurat, objektif, dan berimbang. Pers tidak boleh menyajikan informasi yang salah, menyesatkan, atau memfitnah. Pers juga harus menghormati privasi sumber berita dan tidak menyebarkan data pribadinya tanpa alasan yang kuat dan relevan dengan kepentingan publik.
Etika dalam menyimpan informasi. Pers harus menyimpan informasi dengan cara yang aman dan rahasia. Pers tidak boleh memberikan akses informasi kepada pihak yang tidak berwenang atau tidak bertanggung jawab. Pers juga harus menghapus atau menghancurkan informasi yang sudah tidak diperlukan atau sudah kedaluwarsa.
Dengan menerapkan etika pers tersebut, diharapkan pers dapat menjaga profesionalisme dan integritasnya dalam menjalankan tugas jurnalistik, serta mencegah terjadinya doxing (doksing) yang dapat merugikan sumber berita maupun publik. Integritas seorang pers untuk tidak ikut-ikutan secara buta dalam menyebarkan informasi yang dicirikan sebagai doxing di Internet adalah nilai tambah yang harus di apresiasi , Investigasi yang bertanggung jawab merupakan karakter kuat seorang pers. Terutama dalam kasus yang masih bergulir di Internet, karena yang kita lihat hari ini sebagai pelaku bisa jadi hanyalah terduga pelaku, dan ada konsekuensi hukum bagi siapa pun yang mengeksploitasi Informasi Pribadi setiap Individu, Investigasi yang menjunjung kebenaran bukan ketenaran adalah hal yang berharga di era Keberlimpahan dan Keterbukaan ini.Â