Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perenungan Filsafat terhadap Ilmu

9 Juli 2020   22:22 Diperbarui: 10 Juli 2020   16:41 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Pixabay.com

Akankah Ilmu, Agama dan Seni Dimuseumkan?

Einstein pernah berujar, "Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh" kemudian ada yang menambahkan hidup tanpa seni hampa.

Agama, ilmu dan seni merupakan pembentuk peradaban manusia. Sebagai pembentuk peradaban, refleksi filosofis (perenungan filsafat) terhadap ketiga hal itu penting dilakukan terus menerus.

Refleksi filosofis merupakan perenungan filsafat secara rasional, kritis dan mendalam kepada hal-hal yang penting dan mendasar dalam hidup. Bukankah ilmu, agama dan seni penting bagi kehidupan manusia.

Tujuan dari refleksi bukan melakukan tambal sulam pembenaran atau menyalahkan yang satu kemudian membenarkan yang lain.

Namun, mengembalikan posisi semula dari kehadiran ilmu, agama dan seni dari sisi kontribusi positif yaitu menyelamatkan, membahagiakan jasad dan ruhani manusia di dunia dan akhirat.

Namun akan sangat berbahaya ketika refleksi terhenti atau [di]hentikan karena manusia telah merasa puas dengan apa yang dicapai. Akan terjadi kebekuan peradaban. Ilmu, agama dan seni menjadi museum.

Akan muncul nanti tulisan "Disini museum agama,"Disana museum ilmu," "Disitu museum seni." Museum kan sebuah penghargaan dan pengenangan terhadap apa yang terjadi di masa lampau atau keberhasilan di masa silam.

Kita menolak pemuseuman agama, ilmu dan seni. Lalu apa yang dilakukan? Yang dilakukan adalah perenungan (refleksi) rasional, kritis dan mendalam kepada agama, ilmu dan seni.

Karena sangat luasnya pembahasan agama, ilmu dan seni maka tulisan ini hanya memfokuskan kepada perenungan filosofis ilmu dari aspek aksiologi.

Aksiologi cabang dari filsafat ilmu yang membahas apa kegunaan dari ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan digunakan untuk apa? Bagaimana kita melakukan atau mempraktekkan apa yang diketahui?

Illustrated by Pixabay.com
Illustrated by Pixabay.com
Bom Atom sebagai Titik Picu

Pada masa perang dunia ll, Einstein sendiri pernah mengirim surat kepada Presiden Amerika saat itu mengenai kemungkinan manusia bisa membuat bom atom.

Satu bulan sebelumnya para ilmuwan menguji coba reaksi berantai nuklir yang berlangsung hanya dalam sepersekian detik, dikenal dengan kode 'Trinity'.

Bom ini bermuatan plutonium yang setara dengan bom yang kelak dijatuhkan di Nagasaki, kala uji coba hasil daya ledaknya setara dengan 19 kiloton TNT yang menghasilkan awan jamur setinggi 16 kilometer dan gelombang kejutnya dapat dirasakan sejauh jarak 160 kilometer.

Momen uji coba Trinity ini menjadi ledakan bom atom pertama di muka bumi. Kemudian bom atom dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan sekutu pada Perang Dunia II di bulan Agustus 1945 di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Perang Dunia II terhenti dan nyawa 300 ribu rakyat Jepang melayang.

Peristiwa ini menjadi debat picu berkepanjangan sampai saat ini ketika melihat ilmu dan ilmuwan yang hasil temuannya digunakan untuk berbuat buruk. Karena di lain sisi atom dengan pengembangan nuklirnya mampu bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Posisi ilmu dan ilmuan dalam kasus diatas bagaikan pedang bermata dua, berkah sekaligus bencana. Berkah karena mampu menghentikan Perang Dunia II. Bencana karena 300 ribu nyawa rakyat Jepang melayang. Lalu apa kegunaan ilmu pengetahuan?

Illustrated by Pixabay.com
Illustrated by Pixabay.com
Ilmu dan Ilmuwan, Berkah atau Bencana?

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia online, ilmuwan berarti orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.

Di batas ini ilmuwan dipandang sebagai orang yang ahli, pengetahuannya banyak dan orang yang berkecimpung atau berenang dalam lautan ilmu.

Adakah jaminan bahwa orang yang ahli, pengetahuan yang banyak dan berenang dalam lautan ilmu berbanding lurus untuk berbuat baik ataukah berbuat buruk.

Sebagian orang-orang di masa ini memeram dampak buruk dari ilmu pengetahuan karena terbuai pada kontribusi dan kemegahan ilmu dan ilmuwan.

Ilmuwan menjadi seperti Raja Midas, apapun yang disentuhnya menjadi emas. Ini merupakan permintaan Midas kepada Dewa Dionysus.

Raja Midas senang dengan pemberian Dewa karena ia bisa jadi kaya raya, menolong orang-orang. Tapi lambat laun keserakahan, kesombongan, keegoisan merasuki diri. Lupa pada tujuan semula yaitu kebermanfaatan berbuat baik untuk orang-orang.

Sehingga suatu kali si anak bungsu perempuan berlari untuk memeluk dan seketika berubah jadi emas karena tersentuh tangan sang ayah (Raja Midas).

Agar bisa disembuhkan, Dionysus menginstruksikan Midas untuk mandi di Sungai Pactolus yang terletak di dekat kota Sardis.

Mampunya ilmuwan memproduksi ilmu pengetahuan sehingga melahirkan teknologi-teknologi sangat menolong manusia dalam memudahkan pekerjaan. Ini dampak baik. Namun jangan pula tutup mata terhadap dampak buruk ilmu pengetahuan.

Ketika filsafat membahas ilmu pengetahuan secara rasional, kritis dan mendalam sehingga memunculkan filsafat ilmu. Ia bukan mencari-cari kesalahan ilmu, bukan pula iri kepada perkembangan ilmu yang semarak, bukan pula dengki kepada teknologi.

Apa yang terjadi saat ini sebagian orang jadi budak teknologi, menghamba pada ilmu pengetahuan. Ada ilmuwan yang menganggap disiplin ilmu yang ia miliki yang paling tinggi, kepongahan ilmu.

Dijauhinya perenungan filosofis terhadap ilmu, dianggap filsafat tak berguna dan bermakna bagi ilmu. Ilmu terjun bebas.

Maka wajar bila saat ini yang terjadi kebolongan moral ilmuwan, keserakahan pada kekuatan dan keinginan kekuasaan, ilmu hampa nilai dan makna, ilmuwan buntung kekritisannya.

Ilmuwan yang memperkosa alam tanpa menimbang baik dan buruk untuk para anak cucu, ilmuwan menjadi robot yang sibuk pada rutinitas dan tidak memberi makna pada pekerjaannya.      

Ilmuwan yang sibuk mencari gelar bukan untuk kemaslahatan tapi bagaimana dengan gelar yang dimiliki ia terpandang mulia oleh orang banyak dan mendapat kursi jabatan.

Mereka tidak mau merenungkan bagaimana jalan panjang ilmu muncul atau perdebatan panjang apakah ilmu bebas nilai atau terikat kepada nilai.

Lebih parah lagi, tidak mau belajar kepada tokoh-tokoh ilmuwan terdahulu yang berproses bertungkus lumus memunculkan sebuah ilmu dengan tantangan yang dihadapi.

Ilmuwan seperti ini hanya melihat buah dari ilmu tapi melupakan proses. Ingat kulit namun lupa pada isi.

Akibatnya ia tidak menjadi suara yang melakukan aspirasi kala mengetahui kekuasaan menyimpang dan di lingkungannya tidak menjadi inspirasi. Ia melap-lap dan menghamba pada gelar dan ilmu yang melekat di diri.      

Illustrated by Pixabay.com
Illustrated by Pixabay.com
Filsafat Ilmu; Perenungan Rasional, Kritis dan Mendalam

Di filsafat ilmu, yang dilakukan oleh filsafat adalah merenungkan (refleksi) secara rasional, kritis dan mendalam tentang ilmu. Sebuah perenungan kepada hal-hal yang penting dan mendasar dalam hidup dan ilmu masuk di dalamnya.

Refleksi rasional merupakan perenungan yang menggunakan akal. Ilmu dan ilmuwan 'ditelanjangi'  dengan akal sehingga kesimpulan sejauhmana kontribus ilmu berdasar fakta. Akal senjata utama bagi filsafat.

Refleksi kritis merupakan telaahan atau penilaian kembali kepada sejauhmana tanggungjawab ilmu dan ilmuwan ketika menyimpang dari rel etika kebaikan.

Pun, ilmuwan bertanggungjawab kepada orang-orang yang menggunakan ilmu pengetahuan itu. Refleksi kritis memposisikan filsafat, seni untuk bertanya.

Refleksi mendalam merenungkan anggapan-anggapan atau suara-suara yang pro dan kontra kepada ilmu dan ilmuwan.

Mendalam dengan melihat sampai ke akar-akar persoalan ilmu dan ilmuwan dari sisi kemunculan ilmu itu, karakteristik ilmu itu, tujuan ilmu dan kepribadian ilmuwan.

Kebenaran yang dianggap benar oleh para ilmuwan dipertanyakan ulang. Kebenaran versi ilmuwan merupakan hasil penelitian eksperimen (uji coba) yang sifatnya trial (uji) dan eror (salah).

Hasil eksperimen yang berupa gejala-gejala ini kemudian membuat ilmuwan mampu memperkirakan apa yang terjadi (prediksi), menjelaskan apa yang terjadi (eksplanasi) dan menggambarkan apa yang terjadi (deskripsi).

Kajian aksiologi merupakan refleksi (perenungan) filsafat terhadap ilmu dilihat baik dan buruk (etika) dengan menggunakan akal (rasio), kritis dan mendalam.

Dengan mempertanyakan hal-hal yang penting dan mendasar dalam ilmu, sebuah perenungan yang bebas, tiada yang tabu dalam ilmu pengetahuan untuk dikritisi.

JR

Curup

09/07/2020

[Ditulis untuk Kompsiana.com]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun