Ilmuwan yang sibuk mencari gelar bukan untuk kemaslahatan tapi bagaimana dengan gelar yang dimiliki ia terpandang mulia oleh orang banyak dan mendapat kursi jabatan.
Mereka tidak mau merenungkan bagaimana jalan panjang ilmu muncul atau perdebatan panjang apakah ilmu bebas nilai atau terikat kepada nilai.
Lebih parah lagi, tidak mau belajar kepada tokoh-tokoh ilmuwan terdahulu yang berproses bertungkus lumus memunculkan sebuah ilmu dengan tantangan yang dihadapi.
Ilmuwan seperti ini hanya melihat buah dari ilmu tapi melupakan proses. Ingat kulit namun lupa pada isi.
Akibatnya ia tidak menjadi suara yang melakukan aspirasi kala mengetahui kekuasaan menyimpang dan di lingkungannya tidak menjadi inspirasi. Ia melap-lap dan menghamba pada gelar dan ilmu yang melekat di diri. Â Â Â
Di filsafat ilmu, yang dilakukan oleh filsafat adalah merenungkan (refleksi) secara rasional, kritis dan mendalam tentang ilmu. Sebuah perenungan kepada hal-hal yang penting dan mendasar dalam hidup dan ilmu masuk di dalamnya.
Refleksi rasional merupakan perenungan yang menggunakan akal. Ilmu dan ilmuwan 'ditelanjangi' Â dengan akal sehingga kesimpulan sejauhmana kontribus ilmu berdasar fakta. Akal senjata utama bagi filsafat.
Refleksi kritis merupakan telaahan atau penilaian kembali kepada sejauhmana tanggungjawab ilmu dan ilmuwan ketika menyimpang dari rel etika kebaikan.
Pun, ilmuwan bertanggungjawab kepada orang-orang yang menggunakan ilmu pengetahuan itu. Refleksi kritis memposisikan filsafat, seni untuk bertanya.
Refleksi mendalam merenungkan anggapan-anggapan atau suara-suara yang pro dan kontra kepada ilmu dan ilmuwan.