Pagi Sabtu itu kakek mengajakku ke Sungai Timur dan berujar lembut.
"Paulo, ada maksud mengapa kakek selalu mengajakmu ke sungai ketika kau pulang ke Desa Amazon. Lanjut kakek lagi, "Kala air "marah" maka ia akan menghantam apa saja tiada pandang sesiapapun dan hancurkan berpuing-puing."
"Paulo, kala marah tahanlah semampumu sebab kemarahan yang bukan pada tempatnya lukai rasa dan asa orang-orang dan itu perlu waktu untuk menyembuhkannya."
"Paulo. Apa yang kau lempar ke air maka itulah yang ada di dalam air dan tersimpan lama."Â
"Jika engkau ambil apa yang engkau lempar tadi seumpama handphonemu maka itulah yang terambil."
"Berpikirlah tuk memeram dendam di hati berbilang tahun dan usia."
"Tak perlu memoles diri demi anggapan orang lain bahwa engkau orang baik jika itu buatmu tertekan."
"Paulo. Air yang tergenang berbeda dengan air yang mengalir. Air yang tergenang lama membusuk dan berpenyakit. Air yang mengalir kan jernih dan biasanya tak berbau."
"Paulo. Dalam hidup jadilah seperti air yang mengalir yang selalu beri kesegaran (kebaikan) bukan berpura-baik."Â
"Usahlah seperti air tergenang, yang tiada beri kebermanfaatan (busuk) bagi orang lain apalagi bersifat busuk."
Jamalludin Rahmat (JR)