Nenek dan ibu hanya diam terpekur. Nenek dan ibu paham jika kakek keras pada pendirian hidup apalagi urusan lingkungan dan hajat orang banyak. Usiaku kala itu 7 tahun dan ini kepulangan yang ketiga ke Desa Amazon. Â
Pun kata orang-orang di Desa Amazon jika wajah anak laki-laki sama dengan wajah sang ayah maka sifat kan sama. Kakek dan ayah sama-sama keras kepala dan berprinsip. Untung wajahku mirip dengan ibu, kalau tidak. Entahlah.
Di Desa Amazon pula kakek bertemu hati dengan nenek. Perlu waktu 7 tahun bagi kakek untuk mendekati dan meyakinkan nenek untuk mengarungi biduk rumah tangga.
Perjuangan cinta yang selalu kakek ceritakan kepadaku kala aku mulai mengenal wanita dan cinta di puber pertama karena wanita yang aku taksir seperti "jinak-jinak burung merpati."
Sungai yang Mengalir di Desa Amazon
Seminggu di Desa Amazon, kakek di pagi hari usai sarapan selalu mengajakku ke sungai yang asri di Desa Amazon yang belum tercemar limbah industri pabrik.Â
Desa Amazon memiliki tiga sungai yang diberi nama sungai Timur, Barat dan Utara.Â
Sesuai dengan arah tiga mata angin. Sungai Timur dan Barat belum tersentuh limbah beracun dari PT. Limbah B3.Â
Di Sungai Timur aku dan kakek biasanya sekitar tiga sampai empat jam kami di sungai sambil mandi, berenang dan menangkap ikan beriang-riang gembira.
Pernah tiga kali kakek mengajak nenek, ayah, ibu dan aku ke Sungai Timur untuk makan siang di bebatuan sungai yang masih asri. Seru sekali mandi bersama ayah dan kakek usai itu makan siang.
Hari Sabtu, tibalah waktu untung pulang. Siang hari aku akan kembali ke Kota Rio dan berpisah sementara dari kakek, nenek dan Desa Amazon.Â