Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Musyawarah Buku

1 Januari 2020   18:30 Diperbarui: 1 Januari 2020   18:37 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Terjal Tradisi Intelektual

Tokoh Islam tersebut dalam memiliki ilmu dan menyebar luaskannya dengan membaca, menulis, berdiskusi tak selalu jalannya lempang. Berliku, ada onak duri dan kekuatan hati yang diuji oleh penguasa dan diftnah dari orang-orang yang membenci bahkan dari teman sendiri.

Pernah perpustakaan Ibnu Sina bernama "Kuttab Khana" dibakar oleh penguasa karena hasutan dari sang teman dekat kepada penguasa kala itu karena iri melihat ketinggian ilmu Ibnu Sina dan masyarakat ramai belajar ke beliau serta sayangnya penguasa kepada Ibnu Sina.

Beberapa dari kita sengaja melupa hilangkan betapa tokoh-tokoh Islam dulu berjasa besar kepada keilmuan yang dinikmati dan dikembangkan generasi muslim kini. Atau kita tidak ingin tahu sama sekali dengan hal itu.

Bukankah. Ajaran-ajaran Islam lahir dari rahim kitab (buku) yang disebut Al-Qur'an kemudian Hadis melengkapi. Juga Hadis dibukukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (cucu Umar bin Khattab) bersebab khawatir hilangnya hadis-hadis seiring wafatnya para ahli hadis (muhaddisin).

Pun wahyu yang turun pertama kali adalah Iqra' (bacalah). Baca dan kitab memiliki hubungan yang erat.Membaca merupakan gerbang mula manusia untuk memperoleh informasi dan diolah menjadi ilmu pengetahuan. Informasi dan ilmu pengetahuan ini dapat diperoleh dari buku dan lestari ketika dituliskan.

Pesan buku " Musyawarah Buku" yaitu berupaya menciptakan hubungan dan ikatan antara warisan intelektual masa lalu dengan pemikiran muslim masa kini dengan buku sebagai pengikatnya.

Bahkan saat ini kaum muslim terpangkas dari tradisi intelektual masa lalu yang mana tokoh-tokoh itu berjiwa besar ketika berbeda, tidak menghakimi dan ketidaksetujuan kepada pendapat seseorang dibalas dengan menulis buku.

Akhir tulisan. Beberapa orang berpandangan bahwa buku hanya seonggok kertas tak bernilai. Membaca dianggap buang waktu. Maka yang terjadi kala berdebat adalah ajang keriuhan seperti di pasar. Dangkal makna. Kekritisan berpikir majal.

Kita menolak buku (yang berkerabat dekat dengan membaca dan menulis) tinggal sebagai sejarah dan dimuseumkan. Sudahkah kita bermusyawarah dengan buku sehingga tampak keindahan dan keagungan Islam.

JR
Curup
01.01.2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun