Jika Anda bukan bagian dari penyelesaian, Anda merupakan bagian dari persoalan_anymous_
Suatu hari ketika akan memasuki lokal untuk belajar matakuliah Filsafat Islam, saya berkenan singgah ke ruangan kantor Program Studi Hukum Keluarga Islam S 1 IAIN Curup.
Sambil berbincang-bincang dengan beberapa orang yang ada di dalam kantor yaitu bang Oloan (ketua prodi Hukum Keluarga Islam), Sofian dan beberapa orang mahasiswa mata saya menyapu sekeliling ruangan itu dan berhenti di lemari yang berisi banyak buku.
Melihat dan membaca lah saya judul-judul buku yang ada di dalam lemari itu. Beberapa judul buku yang saya lihat merupakan buku terkait dengan hukum Islam atau hukum keluarga Islam tetapi ada pula beberapa buku tentang pendidikan lebih khusus lagi yang ditulis oleh Paulo Freire.
Wah, menarik ini pikir saya maka saya izin kepada Sofian untuk melihat apa isi dari buku itu setelah selesai membacanya dan akan meletakkannya ternyata disampingnya ada buku berjudul " Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis" karya Mansour Fakih, Roem Topatimasang dan Toto Rahardjo terbitan atas kerjasama Pact dan Insist tahun 2001.
Buku Pendidikan Popular (Membangun Kesadaran Kritis) ini dimaksudkan untuk 'mengurai' pengalaman para pengguna cara belajar pendidikan partisipatif kepada para fasilitator atau yang sedang belajar menjadi fasilitator masyarakat.
Lebih lanjut buku ini merupakan pergumulan kritis dengan meminjam gagasan pendidikan kritis Paulo Freire, sedikit Foucalt dan Gramsci terhadap teori dan praktek pendidikan Indonesia yang didominasi oleh pendidikan Barat yaitu konservatif, liberal dan positivisme.
Pengenalan Para Penulis
4 tahun ( 1988-1992) pernah bermukim di Amerika Serikat untuk menyelesaikan program master dan doktornya di bidang pendidikan dan perubahan sosial di Universitas Massachusetts.
Pernah menjabat Direktur INSIST, aktif di pelatihan fasilitator, pengarah penelitian di REaD, redaktur Jurnal Wacana, penulis buku yang sering diterbitkan oleh Insist Press dan Pustaka Pelajar serta konsultan senior di REMDEC.
Aktif juga di Program Komunikasi Kerakyatan Asia Tenggara (SEA-PCP), konsultan senior di REMDEC, Institut for Social Transformasional (INSIST) dan REaD.
Juga fasilitator pada program pelatihan, redaktur Jurnal Wacana, penulis dan editor buku terbitan Insist Press dan Pustaka Pelajar.
Menghabiskan masa mudanya selama 20 tahun sebagai fasilitator pendidikan kerakyatan dan pengorganisasian rakyat di Jawa Tengah, Yogyakarta, NTT dan Papua.
Bersama Romo Mangun Wijaya, di Kali Code dan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar melakukan pendampingan. Pendiri Sanggar Anak Alam (SALAM) di daerah pegunungan Banjarnegara, Jawa Tengah.
Penyunting buku, Direktur REaD, bergiat di INSIST dan penggerak advokasi hak-hak petani.
Benang merah diantara ketiga penulis itu adalah, pertama, mereka bergelut dan berkutat pada pendampingan sekaligus fasilitator pendidikan kerakyatan untuk tumbuhkan pemikiran kritis rakyat.
Kedua, memiliki kekuatan membaca dalam artian luas serta intens menggumuli persoalan kaum yang miskin dan ditindas dan  yang sengaja dipinggiran oleh penguasa. Ketiga, memiliki jejaring ornop dan kerakyatan yang tersebar di seantero Indonesia bahkan sampai ke luar negeri.
Keempat, mereka mumpuni untuk berbicara persoalan pendidikan Indonesia karena teori dan praktek berpadu di dalam diri dan ini dibuktikan dengan 20 tahun bergumul pada pendidikan kritis kerakyatan.
Kritik kepada Sistem dan Struktur Pendidikan Indonesia
Buku " Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis" memiliki 5 bagian. Bagian 1 judul besarnya Membongkar Paradigma yang berisikan Nasibnya Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Ideologi Pendidikan, Paradigma Pendidikan dan Implikasinya Terhadap Metode dan Praktik Pendidikan, Memahami Filsafat Pendidikan Paulo Freire.
Titik tolak dari bagian 1 dengan Membongkar Pendidikan kritik kepada  ilmu pengetahuan yang telah keluar dari jalurnya yaitu memberi makna bagi kehidupan manusia.
Ilmu pengetahuan berkolaborasi dengan politik dan ekonomi untuk mencapai tujuan gila. Gila pada kekuasaan dengan melahirkan politisi irasional. Ekonomi gila pada kerakusan dengan 'memperkosa' alam.
Ilmu dijauhkan sejauh-jauhnya dari sarat nilai dan tanggung jawab ilmuan. Ilmu menjadi bebas nilai.
Apa yang terjadi diatas tak dapat dipisahkan dari sistem dan struktur berpikir dan pendidikan yang mendominasi pendidikan Indonesia yaitu konservatif dan liberal dan sengaja menenggelamkan pendidikan kritis.
Ada 3 aliran pendidikan yang bersemayam di dunia pendidikan Indonesia.
Pertama, pendekatan konservatif yang menyatakan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi sosial. Di sini pendidikan bertujuan untuk mempertahankan status quo.
Kedua, pendekatan liberal yang berpendapat bahwa memang ada masalah di masyarakat tetapi pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Pendidikan bertujuan tercapainya perubahan moderat.
Ketiga, pendidikan kritis bervisi melakukan kritik terhadap sistem yang  mendominasi dan tidak berpihak kepada rakyat kecil dan tertindas untuk terjadinya perubahan sosial dan terjadinya keadilan.
Tujuan utama pendidikan adalah 'memanusiakan' kembali manusia yang dihilangkan harkat kemanusiaannya oleh sistem dan struktur yang tidak adil.
Pendidikan ikut ambil bagian juga dalam pelanggengan proses 'dehumanisasi' tersebut.
Ideologi pendidikan dalam tiga kerangka yang didasarkan pada kesadaran ideologi masyarakat.
Pertama. Kesadaran magis. Suatu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya.
Umpama pada kasus kemiskinan yang menimpa masyarakat miskin ia dilihat karena faktor di luar manusia bukan dilihat karena terkait dengan sistem politik, budaya dan ekonomi yang sengaja direkayasa.
Kedua. Kesadaran naif. 'Aspek manusia' menjadi akar penyebab masalah masyarakat.Â
Kemiskinan itu terjadi karena kesalahan masyarakat itu sendiri yang malas, tidak berjiwa wirausaha. Sistem dan struktur yang diterapkan penguasa sudah benar untuk memberantas kemiskinan.
Ketiga. Kesadaran kritis. Sumber masalah bukan pada manusianya tapi lebih kepada sistem dan struktur sebagai sumber masalah.Â
Kesadaran kritis melatih murid mampu mengenali sebab terjadinya 'ketidakadilan' yang dibuat oleh sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan penguraian atas apa yang terjadi (analisa) bagaimana bekerjanya sistem dan struktur itu serta bagaimana mengubahnya untuk keselamatan masyarakat (transformasi sosial).
Menutup tulisan ini akan lebih baik kiranya direnungkan kata-kata dibawah ini.
"belajar dari realitas atau pengalaman, yang dipelajari bukan "ajaran" (teori, pendapat, kesimpulan, wejangan, nasehat, khotbah, pidato dan lainnya) dari seseorang, tetapi keadaan nyata masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut.
Akibatnya, tidak ada yang merasa pengetahuan seseorang lebih tinggi dari yang lainnya (otoritas pengetahuan). Keabsahan pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada retorika atau "kepintaran omong" belaka. (penutup buku).
JR
Curup
17.05.2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H