Zaken kabinet juga diterapkan pada masa Kabinet Wilopo yang berlangsung pada 3 April 1952 sampai dengan 30 Juli 1953. Dalam kabinetnya, Wilopo memasukkan kalangan para ahli dan profesional untuk dilibatkan dalam mengurus pemerintahan seperti Ir. Djuanda selaku Menteri Perhubungan dan Bahder Djohan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun sayangnya, kabinet ini hanya bertahan sebentar saja dikarenakan kondisi pemerintahan yang tidak stabil akibat kondisi politik yang kritis dan keamanan karena terjadinya krisis ekonomi serta defisit kas negara.
3. Â Â Â Kabinet Djuanda (1957-1959)
Setelah Kabinet Wilopo, pemerintah sempat mengganti beberapa kabinet termasuk Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI), Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi), dan Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI), dan kabinet ini mengalami kegagalan.
Menanggapi hal ini, Presiden Soekarno kemudian menunjuk dirinya untuk menjadi formatur dan menunjuk Ir Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri setelah sempat menjadi menteri di kabinet sebelumnya.
Selanjutnya Djuanda mendirikan kabinetnya dengan berisikan para ahli, profesional dan golongan intelektual yang diharuskan berasal dari non-partai atau di luar partai. Upaya ini dilihat dari kejadian sebelumnya yg dimana kabinet diisi oleh orang partai banyak mengalami kegagalan karena banyak yang mementingkan kepentingan golongan.
Dengan ini, melihat akan apa itu yang dimaksud dengan zaken kabinet maka kita dapat katakan bahwa keberhasilan akan menjalankan pemerintahan perlu sekali melibatkan para ahli, profesional serta akademisi dalam mengelola dan menciptakan kebijakan.
Melihat situasi saat ini, dimana kita akan menyaksikan proses transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi kepada presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto. Konsep zaken kabinet ini bukan tidak mungkin dilakukan oleh pemerintahan Prabowo dalam membawa Indonesia menuju kesejahteraan.
Prabowo dengan gaya politik merangkulnya, tidak tutup kemungkinan isi dari kabinet pemerintahan Prabowo diisi oleh para ahli, professional ataupun akademisi. Hal ini juga telah dikuatkan dengan revisi UU Kementerian Negara yang salah satu poin perubahannya menyerahkan kepada Presiden terkait jumlah kementrian tanpa ada batasan jumlah, artinya pak Prabowo diberikan keleluasaan untuk membentuk kabinet yang diperlukan. Walaupun Prabowo memiliki koalisi yang gemuk, namun tekad serta gaya politik yang dibangun Prabowo sangat mungkin jika Prabowo mengambil menteri diluar partai atau non-partai sesuai dengan komposisi yang dibutuhkannya. Dengan ini kita harus optimis dan memberikan kepercayaan penuh kepada pak Prabowo sebagai Presiden ke-8.
Sikap nasionalisme tidak perlu diragukan sehingga tidaklah keliru jika masyarakat Indonesia menaruh harapan besar kepada pak Prabowo untuk membawa Indonesia ke arah lebih baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H