Mohon tunggu...
Fajri Yanuar
Fajri Yanuar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

berVakansi dan berVespa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Konsep Kabinet Zaken dan Sejarahnya

26 September 2024   17:52 Diperbarui: 26 September 2024   17:58 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilansir dari Ensiklopedia kabinet karya atau yang disebut dengan zaken kabinet merupakan suatu kabinet yang dibentuk tanpa melihat jumlah kursi di parlemen dan kabinet ini terdiri dari para ahli dari berbagai macam bidang, bisa dibilang zaken kabinet ini adalah kabinet khusus para ahli.

Pengertian lain juga dijelaskan dalam Jurnal Hukum Samudra Keadilan Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2020 Karya Novendri M Nggilu dan Fence M Wantu dari universitas Negeri Gorontalo yang mengatakan bahwa zaken kabinet adalah kabinet yang diisi oleh profesional atau orang ahli pada urusan yang dibidangi.

Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, zaken kabinet ini dikenal sebagai Kabinet Djuanda yakni Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ir. Djuanda atas keputusan dari Presiden Soekarno pasca negara sedang mengalami ketidakstabilan serta jatuhnya Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda ini dibentuk pada 9 April 1957 sampai dengan 5 Juli 1959.

Munculnya Kabinet Djuanda menjadikan awal munculnya sebuah konsep tentang "Demokrasi Terpimpin" yang digagas oleh Presiden Sukarno. Menurutnya gagasan ini merupakan suatu konsep pemerintahan yang sesuai dengan kepribadian nasional serta kabinet gotong royong yang kala itu terdiri dari partai-partai politik besar dan Dewan nasional dari berbagai golongan masyarakat.

Konsep zaken kabinet ini bukan merupakan suatu upaya untuk menghilangkan partai politik dalam pemerintahan, partai politik tetap menjadi salah satu pilar utama dalam demokrasi dan harus berperan aktif dalam mengelola negara. Namun, konsep zaken kabinet ini lebih menekankan kepentingan rakyat daripada kepentingan partai politik karena zaken kabinet ini berada di luar partai politik yang hanya diisi oleh para ahli.

Kabinet yang berbasis politik akan keterikatannya dengan partai politik kerap kali sangat rentan terhadap konflik kepentingan, dimana menteri yang masuk dalam kabinet masih sangat terikat dengan partai dan bahkan kader partai.

Konsep zaken kabinet sebenarnya sudah sejak lama diterapkan di Indonesia, dilansir dari Modul Sejarah Indonesia Kelas XII: Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan Sampai Masa Demokrasi Liberal oleh Nansy Rahman dan Jurnal Hukum Samudra  Keadilan menjelaskan terjadinya momen sejarah pemerintahan Indonesia yang menerapkan konsep zaken kabinet, yakni:

1.       Kabinet Natsir (1950-1951)

Sebenarnya penerapan zaken kabinet ini pertama kali diterapkan dalam Kabinet Natsir, walaupun keberadaan kabinet ini cenderung tidak lama hanya sekitar delapan bulan namun kabinet ini berhasil meningkatkan devisa negara yang saat itu sedang tidak stabil imbas dari perang Korea.

Dalam hal ini Natsir memasukan orang-orang ahli dari non-partai ke dalam pemerintahan diantaranya Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Wakil Perdana Menteri dan Ir. Djuanda selaku Menteri Perhubungan selain itu Natsir juga memasukan para ahli yang berlatar belakang partai. Dengan ini, Kabinet Natsir telah melukis sejarah pemerintahan Indonesia dengan memulai konsep zaken kabinet dimana para ahli dilibatkan dalam mengurus pemerintahan.

2.        Kabinet Wilopo (1952-1953)

Zaken kabinet juga diterapkan pada masa Kabinet Wilopo yang berlangsung pada 3 April 1952 sampai dengan 30 Juli 1953. Dalam kabinetnya, Wilopo memasukkan kalangan para ahli dan profesional untuk dilibatkan dalam mengurus pemerintahan seperti Ir. Djuanda selaku Menteri Perhubungan dan Bahder Djohan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun sayangnya, kabinet ini hanya bertahan sebentar saja dikarenakan kondisi pemerintahan yang tidak stabil akibat kondisi politik yang kritis dan keamanan karena terjadinya krisis ekonomi serta defisit kas negara.

3.       Kabinet Djuanda (1957-1959)

Setelah Kabinet Wilopo, pemerintah sempat mengganti beberapa kabinet termasuk Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI), Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi), dan Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI), dan kabinet ini mengalami kegagalan.

Menanggapi hal ini, Presiden Soekarno kemudian menunjuk dirinya untuk menjadi formatur dan menunjuk Ir Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri setelah sempat menjadi menteri di kabinet sebelumnya.

Selanjutnya Djuanda mendirikan kabinetnya dengan berisikan para ahli, profesional dan golongan intelektual yang diharuskan berasal dari non-partai atau di luar partai. Upaya ini dilihat dari kejadian sebelumnya yg dimana kabinet diisi oleh orang partai banyak mengalami kegagalan karena banyak yang mementingkan kepentingan golongan.

Dengan ini, melihat akan apa itu yang dimaksud dengan zaken kabinet maka kita dapat katakan bahwa keberhasilan akan menjalankan pemerintahan perlu sekali melibatkan para ahli, profesional serta akademisi dalam mengelola dan menciptakan kebijakan.

Melihat situasi saat ini, dimana kita akan menyaksikan proses transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi kepada presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto. Konsep zaken kabinet ini bukan tidak mungkin dilakukan oleh pemerintahan Prabowo dalam membawa Indonesia menuju kesejahteraan.

Prabowo dengan gaya politik merangkulnya, tidak tutup kemungkinan isi dari kabinet pemerintahan Prabowo diisi oleh para ahli, professional ataupun akademisi. Hal ini juga telah dikuatkan dengan revisi UU Kementerian Negara yang salah satu poin perubahannya menyerahkan kepada Presiden terkait jumlah kementrian tanpa ada batasan jumlah, artinya pak Prabowo diberikan keleluasaan untuk membentuk kabinet yang diperlukan. Walaupun Prabowo memiliki koalisi yang gemuk, namun tekad serta gaya politik yang dibangun Prabowo sangat mungkin jika Prabowo mengambil menteri diluar partai atau non-partai sesuai dengan komposisi yang dibutuhkannya. Dengan ini kita harus optimis dan memberikan kepercayaan penuh kepada pak Prabowo sebagai Presiden ke-8.

Sikap nasionalisme tidak perlu diragukan sehingga tidaklah keliru jika masyarakat Indonesia menaruh harapan besar kepada pak Prabowo untuk membawa Indonesia ke arah lebih baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun